Selasa, 25 Februari 2014

Tanpa Judul



Ada pengalaman yang orang lain tidak bisa memasukinya. Ada ruang yang orang lain tidak bisa memasukinya kecuali dengan izinku. Meskipun orang lain tersebut adalah tokoh masyarakat, sebesar apapun dia dipandang oleh banyak orang. Meskipun orang lain tersebut adalah kiai atau ustad.


Pengalaman orisinil yang terkait dengan tauhid tidak bisa diganggu gugat.

Tidak bisa beradaptasi dengan rumusan teologi manapun, karena pengalaman orisinil tersebut terlalu kuat. Tidak mau diatur karena memang tidak ada yang berhak untuk menentukan aturan. Karena memang pengalaman orisinil sifatnya seperti itu. Dan aku memilikinya.


Kalau aku berbuat sesuatu bukan karena orang lain. Dan kalau aku tersentum juga bukan karena pengen dibilang sebagai orang baik. Persetan dengan kepercayaan manusia dan legitimasi manusia atas pengalaman orisinilku ini.

Yang ada antara aku dan manusia adalah kerjasama yang berlandaskan kesamaan ide, dan bukan suruh-menyuruh apalagi berdasarkan semangat feodalisme. Jangankan feodalisme, agama saja aku tolak jika ia sudah membeku menjadi alat keserakahan. Dan kebanyakan seperti itulah yang aku jumpai. Semakin orang memakai symbol-simbol agama semakin mereka merasa berhak untuk mengatur orang lain. Padahal orang-orang yang memakai symbol agama tersebut tidak punya saham sedikitpun terhadap orang yang diatur-atur itu.

Kebodohan seperti itulah yang sekarang banyak terjadi.


Sekali lagi, bahwa pengalaman orisinil yang sangat mendalam tersebut telah mampu untuk menilai bahkan menolak hal-hal asing yang ingin menggiringku. 


Aku mendengar bahwa di Indonesia ini, perputaran ekonomi sudah dikuasai oleh 200 orang. Mereka menguasai media massa dan menggiring masyarakat untuk meninggalkan kebenaran, memancing masyarakat untuk menjadi manusia yang malas dan tidak mau berpikir. Dengan siaran televise yang mereka pesan, mereka dengan mudah mencuci otak jutaan pemirsa untuk melangkah kearah yang mereka (200 orang) inginkan.

Tapi, aku ingin kasih tau. Jangankan 200 orang, satu juta orang dengan seribu siaran televisi yang menyeret manusia pada kebodohan pun, tidak akan bisa mempengaruhiku.


Pengalaman orisinil sudah kutemukan. Sebuah pengalaman yang tidak akan tergantikan oleh sosok al ghozali sekalipun. Karena imam ghozali menjadi besar dengan orisinilitasnya, dan aku pun tidak boleh meniru dan ingin menjadi dia. Karena aku diciptakan Tuhan dengan cerita yang berbeda, scenario yang tidak sama dengan skenarionya Tuhan terhadap imam ghozali.



Itulah kemerdekaan yang sudah kuraih untuk saat ini. Di saat 200 juta manusia Indonesia terjajah oleh kebodohan,  aku memerdekakan diri sendiri dari kegelapan dan tabir-tabir yang menghalangiku dari cahaya sejati. Tidak perlu ikut-ikutan dengan arus zaman dan mudah membesarkan segala sesuatu selain Tuhan. Itu juga salah satu pencapaian yang sudah dan akan terus kuperjuangkan.