Sabtu, 18 November 2017

ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR ISLAM




       Ilmu MPDI adalah khazanah yang baru seiring dengan dibukanya jurusan MPDI di Pascasarjana IAIN Tulungagung dan baru memiliki dua angkatan. Masih banyak diskusi-diskusi seputar apa dan bagaimana posisi MPDI dalam ranah peta keilmuan. Persoalan tersebut menjadi lebih menantang ketika dihadapkan pada penggalian makna profetik yang menjadi distingsi dari Pascasarjana IAIN Tulungagung sendiri. Tentu saja hal ini membutuhkan konsentrasi dan ijtihad tiada henti baik yang dilakukan oleh mahasiswa atau para pengampu mata kuliah. 

       Filsafat yang dikenal sebagai induk ilmu pengetahuan pun seakan baru mengenal ilmu MPDI. Mungkin akan muncul pernyataan bahwa “filsafat akan mampu memberi landasan bagi ilmu MPDI.” Akan tetapi pernyataan tersebut masih bersifat deduktif normative yang dikuatkan oleh “mitos” bahwa filsafat adalah induk segala ilmu. Jalan pikiranpun seakan melambat ketika dihadapkan pada pertanyaan “bagaimana filsafat berhubungan dengan ilmu MPDI?”. Lebih dari itu, ada pertanyaan yang lebih mengerutkan dahi yaitu “mengapa filsafat memiliki hubungan dengan ilmu MPDI?”

       Ketiga cabang utama dalam filsafat, ontology, epistemology, dan aksiologi mungkin harus digali secara mendalam untuk menemukan hubungan ketiganya dengan ilmu MPDI. Hal itu akan menjadi pondasi agar ilmu MPDI menemukan landasan filosofis yang kokoh dan memiliki nilai-nilai universal yang dapat dipahami dan digunakan oleh siapapun.

       Di sisi lain, ada persoalan  dalam perkembangan ilmu-ilmu keislaman yaitu pada ranah metodologi. Pada ranah ini, ilmu pengetahuan seringkali bias dan dipaksakan sehingga terkesan ada pemaksaan ayat-ayat al-Quran agar sesuai dengan ilmu, atau pemaksaan ilmu agar memiliki kesesuaian dengan al-Quran. Tentu saja, dalam perkembangan ilmu pengetahuan –khususnya metodologi-hal ini akan menjebak kita pada stagnasi.

       Terobosan yang dibutuhkan adalah bagaimana metodologi keilmuan bisa berkembang dengan pesat, dan pada saat yang sama pesan-pesan dari kitab suci bisa digali tanpa ada pemaksaan agar sesuai dengan perkembangan keilmuan. 

Rumusan Masalah
1.     Apa, bagaimana, dan mengapa ontology  berhubungan dengan ilmu MPDI?
2.     Apa, bagaimana, dan mengapa mengapa epistemologi berhubungan dengan ilmu MPDI?
3.     Apa, bagaimana, dan mengapa aksiologi berhubungan dengan ilmu MPDI?

PEMBAHASAN

1.     Pengrtian Ontology dan Hubungannya dengan Ilmu MPDI

Apa

Menurut  bahasa, Ontologi  berasal dari  bahasa  Yunani  yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.

       Pembahasan ontology adalah tentang hakikat, bukan hanya membahas yang tampak melainkan hakikat dari yang tampak. Dengan kata lain ontology membahas hal-hal dibalik yang tampak atau dibalik objek. Sesuatu yang ada dibalik objek disebut metafisika. Contoh sederhana untuk masalah ini adalah kecantikan. Sebenarnya kecantikan adalah persoalan metafisik karena yang tampak bukanlah kecantikannya melainkan wajahnya. Begitu juga dengan pemandangan yang indah, ia juga bersifat metafisik karena yang terlihat adalah.

Bagaimana

       Bagaimana ontology berhubungan dengan ilmu MPDI? Pertanyaan ini mengantarkan kita pada suatu hal yaitu posisi dan peran. Bagaimana posisi ontology dalam ilmu MPDI, apakah sebagai dasar, ataukah sebagai tujuan, atau justru keduanya?. Jika posisinya adalah sebagai dasar dan tujuan maka perannya adalah sebagai penggerak. Hanya dengan dasar yang kuat dan tujuan yang benarlah suatu ilmu akan bergerak secara tepat dan teruji dalam waktu yang lama atau langgeng.

       Islam memberi warna tersendiri dalam manajemen pendidikan dasar. Itulah sebabnya mengapa kita harus mencari landasan paling mendasar dalam dalam Islam. Penulis berpendapat bahwa kalimat syahadat adalah landasan paling mendasar karena keislaman seseorang diawali dan disyarati dengan kalimat tersebut. kalimat syahadat merupakan kalimat tauhid dimana seseorang menjadi saksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. syahadat.gif. Seluruh aktifitas ibadah jika tidak dilandaskan pada kalimat tersebut maka akan sia-sia.

       Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tauhid adalah dasar ontologis dari ilmu MPDI.  Dalam tauhid diajarkan bahwa wujud yang sejati hanyalah satu yaitu wujudnya Tuhan. Dalam pemahaman filsafat, Tuhan dijelaskan secara rasional. Misalnya dengan mempertanyakan asal mula segala sesuatu sampai pada ujung yang paling ujung. Di situlah akal akan membenarkan adanya wujud yang tidak memiliki asal. Wujud tersebut lebih awal dari pada awal itu sendiri. Dia ada sebelum ada itu sendiri ada. 

       Jadi, untuk menjawab pertanyaan bagaimana ontology berhubungan dengan ilmu MPDI maka prinsip tauhid tersebut diterapkan secara operasional ke dalam ilmu MPDI. Dengan penerapan tersebut akan lahir ilmu MPDI yang bersumber pada spirit tauhid. Secara otomatis dalam praktik penyelenggaraan pendidikan dasar Islam pun (atau juga dalam pendidikan Islam secara umum) juga terilhami oleh spirit tersebut. 

       Sebagai contoh, dalam  manajemen pendidikan Islam kita melihat kenyataan seperti yang mencakup kegiatan dalam dunia pendidikan yaitu, Perencanaan, pengorganisasian, pembuatan kebijakan, Pengerahan (motivasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, komonikasi, koordinasi, dan negoisasi serta pengembangan organisasi) dan pengendalian (Meliputi Pemantauan,penilaian, dan pelaporan). Jika tauhid adalah landasan ontologis dalam ilmu MPDI, maka seluruh kegiatan tersebut berlandaskan pada tauhid. Misalnya dalam kalimat tauhid terkandung pesan bahwa “tidak ada tuhan”, dalam pesan ini kita dapat mengartikan bahwa tidak sah hukumnya apabila kita menggantungkan diri kepada selain Allah. Sehingga dalam pembuatan kebijakan harus mengarah pada ridho Allah bukan pada politisasi pendidikan.

       Banyak hal yang bersifat metafisik yang dapat diserap dalam kalimat tauhid terebut. Salah satunya adalah keikhlasan. Ikhlas adalah kondisi hati yang tidak dapat dilihat tapi memiliki efek terhadap perbuatan. Ia berada dibalik perbuatan kasat mata. Ikhlas berarti bersihnya hati dari segala sesuatu yang bertentangan dengan makna syahadat. Ucapan syahadat yang bercampur dengan riya atau kecenderungan tertentu tidak akan diterima oleh Allah. 

       Dalam surat al-Ikhlas tidak terdapat kata ikhlas. Itu menandakan bahwa ikhlas bukanlah sesuatu yang diucapkan melainkan sesuatu yang terpancar dalam amal perbuatan. Dalam surat al-Ikhlas kita dapat belajar tentang pemurnian.

 

1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

       Di alam semesta tidak ada satupun benda, manusia, atau apapun tidak ada yang memiliki sifat sebagaimana sifat yang ada dalam surat al-Ikhlas.  Artinya bahwa yang terkandung dalam surat al-Ikhlas adalah murni menjelaskan sifat Allah. Misalnya kata ymr&  yang dalam filsafat           Mengandung makna satu-satunya dan mustahil untuk dapat disandingkan dengan yang lain karena ahad bukanlah bilangan. Mustahil ada Dzat lain yang bersifat ahad sebagaimana mustahil memasukan batu besar ke dalam lubang jarum tanpa memperbesar lubang dan memperkecil batu tersebut. 

       Di sisi lain, kalimat syahadat juga mengandung makna keyakinan. Menjadi saksi berarti juga adalah meyakini. Keyakinan merupakan aspek metafisik dari ucapan. Kata-kata yang diucapkan dengan keyakinan akan memiliki dampak yang kuat untuk mempengaruhi keadaan dan orang disekitar. Metafisika keyakinan ini apabila diterapkan dalam ilmu MPDI akan menjadi seni bagaimana mempengaruhi keadaan agar bisa menjadi faktor pendukung bagi pelaksanaan manajemen di dunia pendidikan Islam.

       Dengan bersyahadat berarti seseorang sudah berikrar akan untuk menjalani hidup sesuai dengan makna kalimat tersebut. Ini berarti bahwa kesesuaian antara ucapan dan perbuatan adalah sebuah keharusan. Jadi kesesuain adalah aspek metafisik dari kalimat syahadat yang terucap. Penerapan metafisika kesesuaian dalam ilmu MPDI adalah bagaimana visi dan misi dijalankan dengan baik. Menulis apa yang dikerjakan dan mengerjakan apa yang ditulis.  

       Masih ada hal metafisik lain dalam kalimat syahadat tersebut yaitu cinta. Cinta berbanding lurus dengan kemarahan. Marah apabila yang dicintai mengalami kerusakan, atau terdapat hal-hal yang bertentangan dengan yang dicintai. Kecintaan dalam kalimat syahadat berarti mencintai Allah dan Muhammad serta orang-orang yang beriman. semua ilmu dan amal yang menyalahi sunnah Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Metafisika cinta dalam kalimat syahadat ini dapat diterapkan ke dalam ilmu MPDI dengan  menjadikan cinta sebagai landasan amal dalam rangka menghidupkan dan memajukan dunia pendidikan Islam. sekaligus menjauhi hal-hal yang akan menyebabkan kemunduran pendidikan Islam tersebut. 

       Mengucapkan kalimat syahadat juga berarti menerima apa yang datang dari Allah dan Rasulullah. Penerimaan berarti penerimaan hati terhadap segala sesuatu yang datang dari Allah dan rasul-Nya, dan hal ini harus membuahkan ketaatan dan ibadah kepada Allah, dengan jalan meyakini bahwa tak ada yang dapat menunjuki dan menyelamatkannya kecuali ajaran yang datang dari syariat Islam. Bagi seorang muslim tidak ada pilihan lain kecuali al-Quran dan sunnah rasul. Dalam konteks ilmu MPDI, maka penerimaan terhadap apa yang datang dari Allah dan Rasul berarti kesiapan kita untuk selalu mengupgrade pemahaman agar mampu menangkap pesan-pesan dari al-Quran dan Sunnah, dan tidak menutup diri pada pemahaman yang stagnan. Hasil pemahaman tersebut kemudian digunakan untuk mengembangkan segala yang berkaitan dengan MPDI.

       Bersyahadat juga berarti tunduk. Ketundukan yaitu tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah dan Nabi Muhammad secara lahiriyah. Seorang muslim yang bersyahadat harus mengamalkan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan Allah. Perbedaan antara penerimaan dengan ketundukan adalah bahwa penerimaan dilakukan dengan hati, sedangkan ketundukan dilakukan dengan fisik. Metafisika ketundukan ini akan berlanjut pada praktik pendidikan yang setia menjalankan misi profetik dan menghindari mengantisipasi bahaya yang menghadang. Ketundukan di sini juga berarti bahwa dalam bermuamalah prinsipnya adalah semua hal diperbolehkan kecuali yang dilarang. Berbeda dengan ibadah mahdloh yang prinsipnya adalah semua dilarang kecuali yang diperintahkan. Jadi, dalam praktik MPDI, semua kreatifitas yang merupakan hasil ijtihad diperbolehkan sampai pada batas adanya larangan.

Mengapa

       Mengapa ontology memiliki hubungan dengan ilmu MPDI? Jawabannya adalah karena ontology berusaha melihat objek sebagaimana adanya. Objek yang dilihat pasti memiliki kuantitas, kualitas. Dalam ilmu MPDI, kualitas adalah hal yang tidak dapat diabaikan. Begitu juga dengan kuantitas. Dengan target yang bersifat kuantitati/terukur maka kinerja dalam MPDI akan terarah dan mampu mendorong peningkatan kualitas.

       Untuk lebih detail penulis mencoba menelaah alasan hubungan ontology dengan ilmu MPDI dengan meminjam istilah yang dirumuskan oleh Aristoteles.  Aristoteles -dalam pembahasannya tentang logika-memiliki istilah yang dikenal dengan 10 kategori. Penulis membaca bahwa kesepuluh kategori tersebut semuanya bersifat metafisik meskipun pembahasannya adalah tentang logika. 10 kategori tersebut adalah:
  1. Substansi (substance)
Apakah substansinya? Substansi ialah suatu pengertian yang menyatakan hakikat keberadaan ada yang tk terpisahkan dari ada itu sendiri.
  1. Kuantitas (Quantity)
Bagaimanakah kuantitasinya? Kuantitas ialah suatu pengertian yang menyatakan ukuran atau jumlah.
  1. Kualitas (Quality)
Bagaimanakah Kualitasnya? Kualitas ialah suatu pengertian yang menunjukan sifat ada itu.
  1. Hubungan (Relation)
Relasi atau hubungan? Relasi atau hubungan ialah suatu pengertian yang menunjukan hubungan suatu ada dengan ada yang lain.
  1. Tempat (place)
Dimana tempat ada itu? Tempat ialah pengertian yang menunjukan letak ada itu di tengah-tengah ada yang lain.
  1. Waktu (date, Time)
Waktunya? Waktu ialah pengertian yang menunjukan kapan atau berapa jumlah waktu ada itu berada.
  1. Posisi (position, posture)
Posisinya? Posisi ialah pengertian yang menunjukan bagaimana suatu ada itu berada di tempatnya
  1. Keadaan (state)
Keadaan ialah pngertian yang menunjukan bagaimana keberadaan sesuatu di bandingkan dengan keberadaan yang lain.
  1. Aksi, Kegiatan (Action, activity)
Aksi ialah suatu pengertian yang menyatakan suatu tindakan atau aktifitas dari ada itu.
  1. Passivitas (passivity)
Passivitas? Passivitas ialah suatu pengertian yang menunjukan suatu tindakan yang di tujukan kepada ada itu sendiri.
       Dengan 10 kategori tersebut, ilmu MPDI akan alasan yang sah untuk berhubungan secara ontologis karena dalam praktik MPDI bisa saja terkandung beberapa kategori dari 10 kategori tersebut. satu contoh misalnya tentang keadaan. Keadaan dalam kategori tersebut menjelaskan bagaimana keberadaan sesuatu dibandingkan dengan keberadaan sesuatu yang lain. Jadi, ilmu MPDI memiliki distingsi dengan ilmu-ilmu lain sehingga menegaskan identitasnya sebagai ilmu baru dalam studi keislaman.
Tanpa metafisika segala benda adalah hampa. Tanpa materi semua arti tak akan berfungsi.

2.     Pengertian Epistemology  dan Hubungannya dengan Ilmu MPDI

Apa

     Apa pengertian epistemology?   Epistemologi berarti ilmu tentang pengetahuan. Ilmu yang membahas mengenai sifat pengetahuan dan cara mendapatkannya. Contoh, ada pengetahuan yang sifatnya rasional, intuitif, inderawi. Sifat tersebut diklasifikasikan dari segi cara mendapatkannya. Epistemology juga bisa disebut sebagai ilmunya ilmu. Ibarat kaca mata, epistemology adalah alat untuk memeriksa kacamata tersebut dan bukan alat untuk melihat objek yang dilihat melalui kaca mata. Jika objek yang dilihat berwarna merah-misalnya-maka epistemology tidak secara langsung menyimpulkan bahwa objek tersebut berwarna merah karena bisa jadi bahwa yang berwarna merah adalah kaca matanya.

Bagaimana

Epistemologi memiliki seperangkat pertanyaan dalam masalah pengetahuan. Ujung dari semua pertanyaan tersebut adalah apakah pengetahuan tersebut benar atau salah. Keputusan benar dan salah ini akan menjadi landasan bagi berkembangnya sebuah ilmu. Jika ilmu pengetahuan sudah teruji kebenarannya maka ia akan berkembang melesat karena akan mendapatkan pengakuan dari banyak pihak. 

       Pertanyaan saat ini adalah bagaimana epistemology berhubungan dengan masalah pendidikan dasar Islam? mungkin tulisan di bawah ini akan menjawab pertanyaan tersebut.

       Jika ada sebuah proposisi “peserta didik akan berhasil jika dibimbing secara Islami”, maka dalam epistemology proposisi tersebut harus diuji kebenarannya melalui berbagai cara yang relevan dengan konteks proposisi tersebut.  Ujian kebenarannya misalnya dari segi penerapan. Ujian ini melewati proses empiris faktual yang berlangsung dalam waktu yang ditentukan. Kalau ternyata peserta didik tersebut berhasil dalam belajarnya melalui bimbingan yang Islami, maka proposisi benar adanya. Ujian ini bersifat induktif.

Apabila dalam hasil akhirnya peserta didik tidak berhasil dalam belajar, maka tugas epistemology adalah mempertanyakan kembali beberapa hal, yaitu:
1.     Bagaimana peran para stakeholder dalam menjalankan tugasnya, sudah benar atau masih salah?
2.     Bagaimana praktik bimbingan tersebut dijalankan, sudah benar atau masih salah?
3.     Bagaimana pemahaman para stakeholder terhadap kata “Islami”, sudah benar atau masih salah?

       Memang dalam kajian epistemology terdapat paham relativisme yang pesimis terhadap kebenaran. Akan tetapi relativisme sendiri terjebak pada pilihan yang dianggap memiliki kebenaran mutlak, yaitu bahwa “tidak ada kebenaran mutlak” yang sesungguhna pernyataan tersebut adalah kemutlakan. 

       Dasar epistemologis diperlukan dalam manajemen pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dalam persoalan epistemology berkaitan dengan benar salahnya sebuah argumentasi ilmiah, pondasi keilmuan, dan segala yang berkaitan dengan evaluasi dalam ilmu MPDI. Jika hal ini dikaitkan dengan dunia pendidikan Islam maka epistemology adalah penerapan tradisi mempertanyakan pondasi ilmu, kemudian menemukan jawaban, kemudian mempertanyakan jawaban tersebut, dan begitu seterusnya. Demikianlah kerja epistemik dalam ilmu MPDI. 

       Kata “Islam” dalam MPDI tentu saja memiliki konsekuensi yang jauh. Oleh karena itu Islam dalam hal ini adalah Islam yang epistemik dan bukan Islam yang dogmatis. Islam yang selalu menghargai khazanah keilmuan dan mengembangkannya. Islam yang setia dengan aktifitas “membaca” yang tidak hanya membaca buku tetapi membaca gejala, tanda-tanda, sebab akibat dan aksi reaksi. 

Mengapa

Mengapa epistemology memiliki hubungan dengan ilmu MPDI? karena dunia pendidikan adalah tempat di mana proses yang dilakukan secara sadar untuk merubah manusia. Itulah yang disebut belajar. Dalam belajar ada sesuatu yang tidak mungkin dihilangkan yaitu pengetahuan. Dengan belajar seseorang bisa mengetahu dan membedakan pengetahuan yang benar dan pengetahuan yang salah. Itulah alasan mengapa epistemology memiliki hubungan dengan MPDI.

4.     Pengertian Aksiologi dan Hubungannya dengan Ilmu MPDI

Apa 

       Apa yang dimaksud dengan aksiologi? Aksiologi adalah ilmu tentang nilai. Nilai dalam aksiologi berarti nila estetika dan nilai etika. Secara khusus aksiologi menelaah nilai yang berhubungan dengan manfaat sebuah tindakan, ilmu, karya, ajaran, dan lain-lain. Dalam aksiologi terkandung makna bahwa sesuatu yang berharga adalah sesuatu yang berguna. Sebaik apapun kualitas barang kalau tidak memiliki nilai guna maka ia tidak layak diperjuangkan.    

Bagaimana

       Bagaimana aksiologi berhubungan dengan ilmu MPDI? Secara praktis aksiologi akan mengarahkan pada hal-hal yang mengandung nilai guna dalam sebuah ilmu. Aksiologi menentukan skala prioritas di antara banyak hal yang mungkin saja bermanfaat. Aksiologi mengajak kita untuk memahami sesuatu yang paling penting dengan sesuatu yang penting. Dengan demikian maka masalah-masalah yang paling penting adalah masalah yang seharusnya mendapatkan penanganan terlebih dahulu. Jadi dalam ilmu MPDI-karena ini adalah ilmu baru-barangkali yang paling penting saat ini adalah bagaiamana menemukan landasan yang benar-benar kokoh agar ilmu MPDI mampu berkembang secara pesat dan berdikari.

       Dengan cara tersebut aksiologi dan ilmu MPDI akan menjadi ilmu yang otonom sekaligus diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara mulia. Oleh karena itu nilai dalam ilmu manajemen pendidikan dasar Islam adalah nilai yang dirumuskan secara aksiologis. Baik nilai yang sifatnya temporal yang hanya untuk menjawab tantangan dalam MPDI yang bersifat temporal maupun nilai universal yang digali dari al-Quran dan Sunnah dengan metodologi yang siap untuk diuji secara aksiologis.

Mengapa

       Mengapa aksiologi memiliki hubungan dengan ilmu MPDI? Karena Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang memiliki tujuan yang baik dan mampu mengantarkan manusia kepada sesuatu yang baik dengan cara yang baik. Kebaikan adalah nilai manfaat yang dalam aksiologi menjadi prioritas. Itulah sebabnya ilmu MPDI memiliki hubungan dengan aksiologi. Sebagai sebuah ilmu, MPDI “berhak” untuk mengikatkan diri pada sebuah nilai. Nilai di sini bukanlah nilai yang kaku dan mengekang melainkan nilai yang menjadi tujuan mulia dari ilmu MPDI itu sendiri. Dan akhirnya sampailah kita pada tujuan berfilsafat yaitu kebahagiaan.

KESIMPULAN

Ontologi

       Menurut  bahasa, Ontologi  berasal dari  bahasa  Yunani  yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
       Tauhid adalah dasar ontologis dari ilmu MPDI.  Dalam tauhid diajarkan bahwa wujud yang sejati hanyalah satu yaitu wujudnya Tuhan. Dalam pemahaman filsafat, Tuhan dijelaskan secara rasional. Misalnya dengan mempertanyakan asal mula segala sesuatu sampai pada ujung yang paling ujung. Di situlah akal akan membenarkan adanya wujud yang tidak memiliki asal. Wujud tersebut lebih awal dari pada awal itu sendiri. Dia ada sebelum ada itu sendiri ada. 

       Ontology berusaha melihat objek sebagaimana adanya. Objek yang dilihat pasti memiliki kuantitas, kualitas. Dalam ilmu MPDI, kualitas adalah hal yang tidak dapat diabaikan. Begitu juga dengan kuantitas. Dengan target yang bersifat kuantitati/terukur maka kinerja dalam MPDI akan terarah dan mampu mendorong peningkatan kualitas.

Epistemologi

       Epistemologi berarti ilmu tentang pengetahuan. Ilmu yang membahas mengenai sifat pengetahuan dan cara mendapatkannya. Epistemology juga bisa disebut sebagai ilmunya ilmu

       Dasar epistemologis diperlukan dalam manajemen pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dalam persoalan epistemology berkaitan dengan benar salahnya sebuah argumentasi ilmiah, pondasi keilmuan, dan segala yang berkaitan dengan evaluasi dalam ilmu MPDI. Jika hal ini dikaitkan dengan dunia pendidikan Islam maka epistemology adalah penerapan tradisi mempertanyakan pondasi ilmu, kemudian menemukan jawaban, kemudian mempertanyakan jawaban tersebut, dan begitu seterusnya. Demikianlah kerja epistemik dalam ilmu MPDI. 

       Dalam belajar ada sesuatu yang tidak mungkin dihilangkan yaitu pengetahuan. Dengan belajar seseorang bisa mengetahu dan membedakan pengetahuan yang benar dan pengetahuan yang salah. Itulah alasan mengapa epistemology memiliki hubungan dengan MPDI



Aksiologi

       Aksiologi adalah ilmu tentang nilai. Nilai dalam aksiologi berarti nila estetika dan nilai etika. Secara khusus aksiologi menelaah nilai yang berhubungan dengan manfaat sebuah tindakan, ilmu, karya, ajaran, dan lain-lain. 

       Aksiologi akan mengarahkan pada hal-hal yang mengandung nilai guna dalam sebuah ilmu. Aksiologi menentukan skala prioritas di antara banyak hal yang mungkin saja bermanfaat

       Jadi dalam ilmu MPDI-karena ini adalah ilmu baru-barangkali yang paling penting saat ini adalah bagaiamana menemukan landasan yang benar-benar kokoh agar ilmu MPDI mampu berkembang secara pesat dan berdikari

       Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang memiliki tujuan yang baik dan mampu mengantarkan manusia kepada sesuatu yang baik dengan cara yang baik. Kebaikan adalah nilai manfaat yang dalam aksiologi menjadi prioritas. Itulah sebabnya ilmu MPDI memiliki hubungan dengan aksiologi.