Ilmu MPDI adalah khazanah
yang baru seiring dengan dibukanya jurusan MPDI di Pascasarjana IAIN Tulungagung
dan baru memiliki dua angkatan. Masih banyak diskusi-diskusi seputar apa dan
bagaimana posisi MPDI dalam ranah peta keilmuan. Persoalan tersebut menjadi
lebih menantang ketika dihadapkan pada penggalian makna profetik yang
menjadi distingsi dari Pascasarjana IAIN Tulungagung sendiri. Tentu saja hal
ini membutuhkan konsentrasi dan ijtihad tiada henti baik yang dilakukan oleh
mahasiswa atau para pengampu mata kuliah.
Filsafat yang dikenal
sebagai induk ilmu pengetahuan pun seakan baru mengenal ilmu MPDI. Mungkin akan
muncul pernyataan bahwa “filsafat akan mampu memberi landasan bagi ilmu MPDI.”
Akan tetapi pernyataan tersebut masih bersifat deduktif normative yang
dikuatkan oleh “mitos” bahwa filsafat adalah induk segala ilmu. Jalan pikiranpun
seakan melambat ketika dihadapkan pada pertanyaan “bagaimana filsafat
berhubungan dengan ilmu MPDI?”. Lebih dari itu, ada pertanyaan yang lebih
mengerutkan dahi yaitu “mengapa filsafat memiliki hubungan dengan ilmu MPDI?”
Ketiga cabang utama
dalam filsafat, ontology, epistemology, dan aksiologi mungkin harus digali
secara mendalam untuk menemukan hubungan ketiganya dengan ilmu MPDI. Hal itu
akan menjadi pondasi agar ilmu MPDI menemukan landasan filosofis yang kokoh dan
memiliki nilai-nilai universal yang dapat dipahami dan digunakan oleh siapapun.
Di sisi lain, ada
persoalan dalam perkembangan ilmu-ilmu
keislaman yaitu pada ranah metodologi. Pada ranah ini, ilmu pengetahuan
seringkali bias dan dipaksakan sehingga terkesan ada pemaksaan ayat-ayat
al-Quran agar sesuai dengan ilmu, atau pemaksaan ilmu agar memiliki kesesuaian
dengan al-Quran. Tentu saja, dalam perkembangan ilmu pengetahuan –khususnya
metodologi-hal ini akan menjebak kita pada stagnasi.
Terobosan yang
dibutuhkan adalah bagaimana metodologi keilmuan bisa berkembang dengan pesat,
dan pada saat yang sama pesan-pesan dari kitab suci bisa digali tanpa ada
pemaksaan agar sesuai dengan perkembangan keilmuan.
Rumusan Masalah
1.
Apa,
bagaimana, dan mengapa ontology berhubungan
dengan ilmu MPDI?
2.
Apa,
bagaimana, dan mengapa mengapa epistemologi berhubungan dengan ilmu MPDI?
3.
Apa,
bagaimana, dan mengapa aksiologi berhubungan dengan ilmu MPDI?
PEMBAHASAN
1.
Pengrtian Ontology dan Hubungannya dengan Ilmu MPDI
Apa
Menurut bahasa,
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu
tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas
tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk
jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Pembahasan ontology adalah tentang
hakikat, bukan hanya membahas yang tampak melainkan hakikat dari yang tampak.
Dengan kata lain ontology membahas
hal-hal dibalik yang tampak atau dibalik objek. Sesuatu yang ada dibalik objek
disebut metafisika. Contoh sederhana untuk masalah ini adalah kecantikan.
Sebenarnya kecantikan adalah persoalan metafisik karena yang tampak bukanlah
kecantikannya melainkan wajahnya. Begitu juga dengan pemandangan yang indah, ia
juga bersifat metafisik karena yang terlihat adalah.
Bagaimana
Bagaimana ontology
berhubungan dengan ilmu MPDI? Pertanyaan ini mengantarkan kita pada suatu hal
yaitu posisi dan peran. Bagaimana posisi ontology dalam ilmu
MPDI, apakah sebagai dasar, ataukah sebagai tujuan, atau justru keduanya?. Jika
posisinya adalah sebagai dasar dan tujuan maka perannya adalah
sebagai penggerak. Hanya dengan dasar yang kuat dan tujuan yang benarlah suatu
ilmu akan bergerak secara tepat dan teruji dalam waktu yang lama atau langgeng.
Islam memberi warna
tersendiri dalam manajemen pendidikan dasar. Itulah sebabnya mengapa kita harus
mencari landasan paling mendasar dalam dalam Islam. Penulis berpendapat bahwa
kalimat syahadat adalah landasan paling mendasar karena keislaman seseorang
diawali dan disyarati dengan kalimat tersebut. kalimat syahadat merupakan
kalimat tauhid dimana seseorang menjadi saksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah
dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. . Seluruh
aktifitas ibadah jika tidak dilandaskan pada kalimat tersebut maka akan
sia-sia.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tauhid adalah dasar ontologis dari ilmu MPDI. Dalam tauhid diajarkan bahwa wujud yang
sejati hanyalah satu yaitu wujudnya Tuhan. Dalam pemahaman filsafat, Tuhan
dijelaskan secara rasional. Misalnya dengan mempertanyakan asal mula segala
sesuatu sampai pada ujung yang paling ujung. Di situlah akal akan membenarkan
adanya wujud yang tidak memiliki asal. Wujud tersebut lebih awal dari pada awal
itu sendiri. Dia ada sebelum ada itu sendiri ada.
Jadi, untuk menjawab
pertanyaan bagaimana ontology berhubungan dengan ilmu MPDI maka prinsip tauhid
tersebut diterapkan secara operasional ke dalam ilmu MPDI. Dengan penerapan
tersebut akan lahir ilmu MPDI yang bersumber pada spirit tauhid. Secara
otomatis dalam praktik penyelenggaraan pendidikan dasar Islam pun (atau juga
dalam pendidikan Islam secara umum) juga terilhami oleh spirit tersebut.
Sebagai contoh, dalam manajemen pendidikan Islam kita melihat
kenyataan seperti yang mencakup kegiatan dalam dunia pendidikan yaitu,
Perencanaan, pengorganisasian, pembuatan kebijakan, Pengerahan (motivasi,
kepemimpinan, pengambilan keputusan, komonikasi, koordinasi, dan negoisasi
serta pengembangan organisasi) dan pengendalian (Meliputi Pemantauan,penilaian,
dan pelaporan). Jika tauhid adalah landasan ontologis dalam ilmu MPDI, maka
seluruh kegiatan tersebut berlandaskan pada tauhid. Misalnya dalam kalimat
tauhid terkandung pesan bahwa “tidak ada tuhan”, dalam pesan ini kita dapat
mengartikan bahwa tidak sah hukumnya apabila kita menggantungkan diri kepada
selain Allah. Sehingga dalam pembuatan kebijakan harus mengarah pada ridho Allah
bukan pada politisasi pendidikan.
Banyak hal yang
bersifat metafisik yang dapat diserap dalam kalimat tauhid terebut.
Salah satunya adalah keikhlasan. Ikhlas
adalah kondisi hati yang tidak dapat dilihat tapi memiliki efek terhadap
perbuatan. Ia berada dibalik perbuatan kasat mata. Ikhlas berarti bersihnya
hati dari segala sesuatu yang bertentangan dengan makna syahadat. Ucapan
syahadat yang bercampur dengan riya atau kecenderungan tertentu tidak akan
diterima oleh Allah.
Dalam surat al-Ikhlas tidak
terdapat kata ikhlas. Itu menandakan bahwa ikhlas bukanlah sesuatu yang
diucapkan melainkan sesuatu yang terpancar dalam amal perbuatan. Dalam surat
al-Ikhlas kita dapat belajar tentang pemurnian.
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha
Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Di alam semesta tidak ada satupun benda,
manusia, atau apapun tidak ada yang memiliki sifat sebagaimana sifat yang ada
dalam surat al-Ikhlas. Artinya bahwa
yang terkandung dalam surat al-Ikhlas adalah murni menjelaskan sifat Allah.
Misalnya kata ymr& yang dalam filsafat Mengandung makna satu-satunya dan
mustahil untuk dapat disandingkan dengan yang lain karena ahad bukanlah
bilangan. Mustahil ada Dzat lain yang bersifat ahad sebagaimana mustahil
memasukan batu besar ke dalam lubang jarum tanpa memperbesar lubang dan
memperkecil batu tersebut.
Di sisi lain, kalimat syahadat juga
mengandung makna keyakinan. Menjadi saksi berarti juga adalah meyakini. Keyakinan
merupakan aspek metafisik dari ucapan. Kata-kata yang diucapkan dengan
keyakinan akan memiliki dampak yang kuat untuk mempengaruhi keadaan dan orang
disekitar. Metafisika keyakinan ini apabila diterapkan dalam ilmu MPDI akan
menjadi seni bagaimana mempengaruhi keadaan agar bisa menjadi faktor pendukung
bagi pelaksanaan manajemen di dunia pendidikan Islam.
Dengan bersyahadat berarti seseorang
sudah berikrar akan untuk menjalani hidup sesuai dengan makna kalimat tersebut.
Ini berarti bahwa kesesuaian antara ucapan dan perbuatan adalah sebuah
keharusan. Jadi kesesuain adalah aspek metafisik dari kalimat syahadat
yang terucap. Penerapan metafisika kesesuaian dalam ilmu MPDI adalah
bagaimana visi dan misi dijalankan dengan baik. Menulis apa yang dikerjakan dan
mengerjakan apa yang ditulis.
Masih ada hal metafisik lain
dalam kalimat syahadat tersebut yaitu cinta. Cinta berbanding lurus
dengan kemarahan. Marah apabila yang dicintai mengalami kerusakan, atau
terdapat hal-hal yang bertentangan dengan yang dicintai. Kecintaan dalam
kalimat syahadat berarti mencintai Allah dan Muhammad serta orang-orang yang
beriman. semua ilmu dan amal yang menyalahi sunnah Rasulullah shollallahu
alaihi wasallam. Metafisika cinta dalam kalimat syahadat ini dapat
diterapkan ke dalam ilmu MPDI dengan
menjadikan cinta sebagai landasan amal dalam rangka menghidupkan dan
memajukan dunia pendidikan Islam. sekaligus menjauhi hal-hal yang akan
menyebabkan kemunduran pendidikan Islam tersebut.
Mengucapkan kalimat syahadat juga
berarti menerima apa yang datang dari Allah dan Rasulullah. Penerimaan
berarti penerimaan hati terhadap segala sesuatu yang datang dari Allah dan
rasul-Nya, dan hal ini harus membuahkan ketaatan dan ibadah kepada Allah, dengan
jalan meyakini bahwa tak ada yang dapat menunjuki dan menyelamatkannya kecuali
ajaran yang datang dari syariat Islam. Bagi seorang muslim tidak ada pilihan
lain kecuali al-Quran dan sunnah rasul. Dalam konteks ilmu MPDI, maka
penerimaan terhadap apa yang datang dari Allah dan Rasul berarti kesiapan kita
untuk selalu mengupgrade pemahaman agar mampu menangkap pesan-pesan dari
al-Quran dan Sunnah, dan tidak menutup diri pada pemahaman yang stagnan. Hasil
pemahaman tersebut kemudian digunakan untuk mengembangkan segala yang berkaitan
dengan MPDI.
Bersyahadat juga berarti tunduk. Ketundukan
yaitu tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah dan Nabi Muhammad secara
lahiriyah. Seorang muslim yang bersyahadat harus mengamalkan semua perintah
Allah dan meninggalkan semua larangan Allah. Perbedaan antara penerimaan dengan
ketundukan adalah bahwa penerimaan dilakukan dengan hati, sedangkan ketundukan
dilakukan dengan fisik. Metafisika ketundukan ini akan berlanjut pada
praktik pendidikan yang setia menjalankan misi profetik dan menghindari
mengantisipasi bahaya yang menghadang. Ketundukan di sini juga berarti bahwa
dalam bermuamalah prinsipnya adalah semua hal diperbolehkan kecuali yang
dilarang. Berbeda dengan ibadah mahdloh yang prinsipnya adalah semua dilarang
kecuali yang diperintahkan. Jadi, dalam praktik MPDI, semua kreatifitas yang
merupakan hasil ijtihad diperbolehkan sampai pada batas adanya larangan.
Mengapa
Mengapa ontology memiliki hubungan dengan ilmu MPDI? Jawabannya adalah karena ontology berusaha melihat objek sebagaimana adanya. Objek yang dilihat pasti memiliki kuantitas, kualitas. Dalam ilmu MPDI, kualitas adalah hal yang tidak dapat diabaikan. Begitu juga dengan kuantitas. Dengan target yang bersifat kuantitati/terukur maka kinerja dalam MPDI akan terarah dan mampu mendorong peningkatan kualitas.
Untuk lebih detail
penulis mencoba menelaah alasan hubungan ontology dengan ilmu MPDI dengan
meminjam istilah yang dirumuskan oleh Aristoteles. Aristoteles -dalam pembahasannya tentang
logika-memiliki istilah yang dikenal dengan 10 kategori. Penulis membaca bahwa
kesepuluh kategori tersebut semuanya bersifat metafisik meskipun pembahasannya
adalah tentang logika. 10 kategori tersebut adalah:
- Substansi (substance)
Apakah substansinya? Substansi ialah
suatu pengertian yang menyatakan hakikat keberadaan ada yang tk terpisahkan
dari ada itu sendiri.
- Kuantitas (Quantity)
Bagaimanakah kuantitasinya?
Kuantitas ialah suatu pengertian yang menyatakan ukuran atau jumlah.
- Kualitas (Quality)
Bagaimanakah Kualitasnya? Kualitas
ialah suatu pengertian yang menunjukan sifat ada itu.
- Hubungan (Relation)
Relasi atau hubungan? Relasi atau
hubungan ialah suatu pengertian yang menunjukan hubungan suatu ada dengan ada
yang lain.
- Tempat (place)
Dimana tempat ada itu? Tempat ialah
pengertian yang menunjukan letak ada itu di tengah-tengah ada yang lain.
- Waktu (date, Time)
Waktunya? Waktu ialah pengertian
yang menunjukan kapan atau berapa jumlah waktu ada itu berada.
- Posisi (position, posture)
Posisinya? Posisi ialah pengertian
yang menunjukan bagaimana suatu ada itu berada di tempatnya
- Keadaan (state)
Keadaan ialah pngertian yang
menunjukan bagaimana keberadaan sesuatu di bandingkan dengan keberadaan yang
lain.
- Aksi, Kegiatan (Action, activity)
Aksi ialah suatu pengertian yang
menyatakan suatu tindakan atau aktifitas dari ada itu.
- Passivitas (passivity)
Passivitas? Passivitas ialah suatu
pengertian yang menunjukan suatu tindakan yang di tujukan kepada ada itu
sendiri.
Dengan 10 kategori
tersebut, ilmu MPDI akan alasan yang sah untuk berhubungan secara ontologis
karena dalam praktik MPDI bisa saja terkandung beberapa kategori dari 10
kategori tersebut. satu contoh misalnya tentang keadaan. Keadaan dalam kategori
tersebut menjelaskan bagaimana keberadaan sesuatu dibandingkan dengan
keberadaan sesuatu yang lain. Jadi, ilmu MPDI memiliki distingsi dengan
ilmu-ilmu lain sehingga menegaskan identitasnya sebagai ilmu baru dalam studi
keislaman.
Tanpa metafisika segala benda adalah hampa. Tanpa materi semua arti
tak akan berfungsi.
2.
Pengertian Epistemology dan
Hubungannya dengan Ilmu MPDI
Apa
Apa pengertian
epistemology? Epistemologi berarti ilmu
tentang pengetahuan. Ilmu yang membahas mengenai sifat pengetahuan dan cara
mendapatkannya. Contoh, ada pengetahuan yang sifatnya rasional, intuitif,
inderawi. Sifat tersebut diklasifikasikan dari segi cara mendapatkannya. Epistemology
juga bisa disebut sebagai ilmunya ilmu. Ibarat kaca mata, epistemology adalah
alat untuk memeriksa kacamata tersebut dan bukan alat untuk melihat objek yang
dilihat melalui kaca mata. Jika objek yang dilihat berwarna merah-misalnya-maka
epistemology tidak secara langsung menyimpulkan bahwa objek tersebut berwarna
merah karena bisa jadi bahwa yang berwarna merah adalah kaca matanya.
Bagaimana
Epistemologi memiliki seperangkat pertanyaan dalam masalah
pengetahuan. Ujung dari semua pertanyaan tersebut adalah apakah pengetahuan
tersebut benar atau salah. Keputusan benar dan salah ini akan menjadi landasan
bagi berkembangnya sebuah ilmu. Jika ilmu pengetahuan sudah teruji kebenarannya
maka ia akan berkembang melesat karena akan mendapatkan pengakuan dari banyak
pihak.
Pertanyaan saat ini
adalah bagaimana epistemology berhubungan dengan masalah pendidikan dasar
Islam? mungkin tulisan di bawah ini akan menjawab pertanyaan tersebut.
Jika ada sebuah
proposisi “peserta didik akan berhasil jika dibimbing secara Islami”, maka
dalam epistemology proposisi tersebut harus diuji kebenarannya melalui berbagai
cara yang relevan dengan konteks proposisi tersebut. Ujian kebenarannya misalnya dari segi
penerapan. Ujian ini melewati proses empiris faktual yang berlangsung dalam
waktu yang ditentukan. Kalau ternyata peserta didik tersebut berhasil dalam belajarnya
melalui bimbingan yang Islami, maka proposisi benar adanya. Ujian ini bersifat
induktif.
Apabila dalam hasil akhirnya peserta didik tidak berhasil dalam
belajar, maka tugas epistemology adalah mempertanyakan kembali beberapa hal,
yaitu:
1. Bagaimana
peran para stakeholder dalam menjalankan tugasnya, sudah benar atau masih
salah?
2. Bagaimana
praktik bimbingan tersebut dijalankan, sudah benar atau masih salah?
3. Bagaimana
pemahaman para stakeholder terhadap kata “Islami”, sudah benar atau masih
salah?
Memang dalam kajian epistemology
terdapat paham relativisme yang pesimis terhadap kebenaran. Akan tetapi
relativisme sendiri terjebak pada pilihan yang dianggap memiliki kebenaran
mutlak, yaitu bahwa “tidak ada kebenaran mutlak” yang sesungguhna pernyataan
tersebut adalah kemutlakan.
Dasar epistemologis
diperlukan dalam manajemen pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi
mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab.
Pertanggungjawaban dalam persoalan epistemology berkaitan dengan benar salahnya
sebuah argumentasi ilmiah, pondasi keilmuan, dan segala yang berkaitan dengan
evaluasi dalam ilmu MPDI. Jika hal ini dikaitkan dengan dunia pendidikan Islam
maka epistemology adalah penerapan tradisi mempertanyakan pondasi ilmu, kemudian
menemukan jawaban, kemudian mempertanyakan jawaban tersebut, dan begitu
seterusnya. Demikianlah kerja epistemik dalam ilmu MPDI.
Kata “Islam” dalam
MPDI tentu saja memiliki konsekuensi yang jauh. Oleh karena itu Islam dalam hal
ini adalah Islam yang epistemik dan bukan Islam yang dogmatis. Islam yang
selalu menghargai khazanah keilmuan dan mengembangkannya. Islam yang setia
dengan aktifitas “membaca” yang tidak hanya membaca buku tetapi membaca gejala,
tanda-tanda, sebab akibat dan aksi reaksi.
Mengapa
Mengapa epistemology memiliki hubungan dengan ilmu MPDI? karena
dunia pendidikan adalah tempat di mana proses yang dilakukan secara sadar
untuk merubah manusia. Itulah yang disebut belajar. Dalam belajar ada sesuatu
yang tidak mungkin dihilangkan yaitu pengetahuan. Dengan belajar seseorang bisa
mengetahu dan membedakan pengetahuan yang benar dan pengetahuan yang salah.
Itulah alasan mengapa epistemology memiliki hubungan dengan MPDI.
4.
Pengertian Aksiologi dan Hubungannya dengan Ilmu MPDI
Apa
Apa yang dimaksud
dengan aksiologi? Aksiologi adalah ilmu tentang nilai. Nilai dalam aksiologi
berarti nila estetika dan nilai etika. Secara khusus aksiologi menelaah nilai
yang berhubungan dengan manfaat sebuah tindakan, ilmu, karya, ajaran, dan
lain-lain. Dalam aksiologi terkandung makna bahwa sesuatu yang berharga adalah
sesuatu yang berguna. Sebaik apapun kualitas barang kalau tidak memiliki nilai
guna maka ia tidak layak diperjuangkan.
Bagaimana
Bagaimana aksiologi
berhubungan dengan ilmu MPDI? Secara praktis aksiologi akan mengarahkan pada
hal-hal yang mengandung nilai guna dalam sebuah ilmu. Aksiologi menentukan
skala prioritas di antara banyak hal yang mungkin saja bermanfaat. Aksiologi
mengajak kita untuk memahami sesuatu yang paling penting dengan sesuatu yang
penting. Dengan demikian maka masalah-masalah yang paling penting adalah
masalah yang seharusnya mendapatkan penanganan terlebih dahulu. Jadi dalam ilmu
MPDI-karena ini adalah ilmu baru-barangkali yang paling penting saat ini adalah
bagaiamana menemukan landasan yang benar-benar kokoh agar ilmu MPDI mampu
berkembang secara pesat dan berdikari.
Dengan cara tersebut
aksiologi dan ilmu MPDI akan menjadi ilmu yang otonom sekaligus diperlukan
untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan
manusia secara mulia. Oleh karena itu nilai dalam ilmu manajemen pendidikan
dasar Islam adalah nilai yang dirumuskan secara aksiologis. Baik nilai yang
sifatnya temporal yang hanya untuk menjawab tantangan dalam MPDI yang bersifat
temporal maupun nilai universal yang digali dari al-Quran dan Sunnah dengan
metodologi yang siap untuk diuji secara aksiologis.
Mengapa
Mengapa aksiologi
memiliki hubungan dengan ilmu MPDI? Karena Pendidikan yang baik adalah
pendidikan yang memiliki tujuan yang baik dan mampu mengantarkan manusia kepada
sesuatu yang baik dengan cara yang baik. Kebaikan adalah nilai manfaat yang
dalam aksiologi menjadi prioritas. Itulah sebabnya ilmu MPDI memiliki hubungan
dengan aksiologi. Sebagai sebuah ilmu, MPDI “berhak” untuk mengikatkan diri
pada sebuah nilai. Nilai di sini bukanlah nilai yang kaku dan mengekang
melainkan nilai yang menjadi tujuan mulia dari ilmu MPDI itu sendiri. Dan
akhirnya sampailah kita pada tujuan berfilsafat yaitu kebahagiaan.
KESIMPULAN
Ontologi
Menurut bahasa, Ontologi
berasal dari bahasa Yunani yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu
tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang
hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk
jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Tauhid adalah
dasar ontologis dari ilmu MPDI. Dalam
tauhid diajarkan bahwa wujud yang sejati hanyalah satu yaitu wujudnya Tuhan. Dalam
pemahaman filsafat, Tuhan dijelaskan secara rasional. Misalnya dengan
mempertanyakan asal mula segala sesuatu sampai pada ujung yang paling ujung. Di
situlah akal akan membenarkan adanya wujud yang tidak memiliki asal. Wujud
tersebut lebih awal dari pada awal itu sendiri. Dia ada sebelum ada itu sendiri
ada.
Ontology berusaha
melihat objek sebagaimana adanya. Objek yang dilihat pasti memiliki kuantitas,
kualitas. Dalam ilmu MPDI, kualitas adalah hal yang tidak dapat diabaikan.
Begitu juga dengan kuantitas. Dengan target yang bersifat kuantitati/terukur
maka kinerja dalam MPDI akan terarah dan mampu mendorong peningkatan kualitas.
Epistemologi
Epistemologi berarti
ilmu tentang pengetahuan. Ilmu yang membahas mengenai sifat pengetahuan dan cara
mendapatkannya. Epistemology
juga bisa disebut sebagai ilmunya ilmu
Dasar epistemologis
diperlukan dalam manajemen pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi
mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab.
Pertanggungjawaban dalam persoalan epistemology berkaitan dengan benar salahnya
sebuah argumentasi ilmiah, pondasi keilmuan, dan segala yang berkaitan dengan
evaluasi dalam ilmu MPDI. Jika hal ini dikaitkan dengan dunia pendidikan Islam
maka epistemology adalah penerapan tradisi mempertanyakan pondasi ilmu,
kemudian menemukan jawaban, kemudian mempertanyakan jawaban tersebut, dan
begitu seterusnya. Demikianlah kerja epistemik dalam ilmu MPDI.
Dalam belajar ada
sesuatu yang tidak mungkin dihilangkan yaitu pengetahuan. Dengan belajar
seseorang bisa mengetahu dan membedakan pengetahuan yang benar dan pengetahuan
yang salah. Itulah alasan mengapa epistemology memiliki hubungan dengan MPDI
Aksiologi
Aksiologi adalah ilmu
tentang nilai. Nilai dalam aksiologi berarti nila estetika dan nilai etika.
Secara khusus aksiologi menelaah nilai yang berhubungan dengan manfaat sebuah
tindakan, ilmu, karya, ajaran, dan lain-lain.
Aksiologi akan
mengarahkan pada hal-hal yang mengandung nilai guna dalam sebuah ilmu. Aksiologi
menentukan skala prioritas di antara banyak hal yang mungkin saja bermanfaat
Jadi dalam ilmu
MPDI-karena ini adalah ilmu baru-barangkali yang paling penting saat ini adalah
bagaiamana menemukan landasan yang benar-benar kokoh agar ilmu MPDI mampu
berkembang secara pesat dan berdikari
Pendidikan yang baik
adalah pendidikan yang memiliki tujuan yang baik dan mampu mengantarkan manusia
kepada sesuatu yang baik dengan cara yang baik. Kebaikan adalah nilai manfaat
yang dalam aksiologi menjadi prioritas. Itulah sebabnya ilmu MPDI memiliki
hubungan dengan aksiologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar