Kamis, 07 Desember 2017

LIFE SKILL BERBASIS PROFETIK




1.     Latar Belakang Masalah

       Zaman berkembang tanpa bisa dibendung. Perkembangan tersebut merupakan salah satu konsekuensi dari kecakapan manusia yang sejatinya memang memiliki potensi tersebut. dalam perkembangannya, tidak semua perkembangan menjadi “teman baik” dalam kehidupan. Bahkan, dalam banyak hal justru melahirkan krisis dan penderitaan yang berkepanjangan. Manusia dituntut untuk selalu mencari solusi dari krisis tersebut. itulah sebabnya mengapa kecakapan hidup diperlukan.

       Salah satu bukti bahwa kecakapan manusia tidak secara otomatis melahirkan solusi adalah sempitnya lapangan pekerjaan. Lahan pekerjaan yang menjadi sumber pangan menjadi sempit dengan ketatnya persaingan. Lahirlah gejala stress. Life skill yang masih bersifat umum terbukti tidak membawa dampak positif yang signifikan jika tidak dilandasi spirit yang berdasar. Jadi, life skill tidaklah bebas nilai karena nilai yang benar akan mengarahkan life skill pada kebahagiaan.

       Di sisi lain manusi membutuhkan contoh dalam belajar. Contoh ini sangat mempengaruhi proses internalisasi nilai-nilai ke dalam seorang individu. Islam sendiri memberikan uswatun hasanah yaitu seorang Nabi agar menjadi contoh dalam segala perilaku di kehidupan sehari-hari. Alangkah tepatnya apabila pembelajaran tersebut mempunyai contoh dari seorang Nabi sehingga ilmu yang didapatkan juga dilandasi oleh perilaku yang profetik. Itulah yang diperlukan.

Tuntutan untuk memiliki kecapakan dalam bidang tertentu menjadi hal yang tak terelakkan. Apapun bidang yang ditekuni hendaknya nilai yang menjadi dasar adalah nilai yang profetik. Jadi, life skill berbasis profetik harus ditekankan secara serius untuk mendapatkan kecapakan dalam bidang tertentu tanpa mengabaikan nilai-nilai proetik yang akan menjadi basis dari skill tersebut.

Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan life skill berbasis profetik?

Tujuan Penelitian

Menjelaskan pengertian life skill berbasis profetik

2.     Pembahasan

Pengertian Life Skill

       Secara harfiah, kata ”cakap” memiliki beberapa arti. Pertama dapat diartikan sebagai pandai atau mahir, kedua sebagai sanggup, dapat atau mampu melakukan sesuatu, dan ketiga sebagai mempunyai kemampuan  dan kepandaian untuk mengerjakan sesuatu. Jadi kata kecakapan berarti suatu kepandaian, kemahiran, kesanggupan atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menyelesaikan sesuatu. Oleh karena itu kecakapan untuk hidup (life skills) dapat didefinisikan sebagai suatu kepandaian, kemahiran, kesanggupan atau kemampuan yang ada pada diri seseorang untuk menempuh perjalanan hidup atau untuk menjalani kehidupan.  
 
       Life skills juga dapat diartikan sebagai pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar menjadi independen dalam kehidupan. Sementara itu, WHO (1997) memberikan pengertian bahwa kecakapan hidup sebagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupan secara lebih efektif.

       Pengertian ini nampaknya secara jelas menunjukkan bahwa pada dasarnya kecakapan hidup memiliki cakupan yang amat luas. Kecakapan hidup seperti kemampuan beradaptasi dan berprilaku positif jelas melampaui sekedar kecakapan vokasional ataupun keterampilan kerja tertentu. 

       Life skill juga merupakan kemampuan pengembangan diri untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan baik secara individu, kelompok maupun melalui sistem dalam menghadapi situasi tertentu.  lebih dari itu, life skill   mengarah pada efektifitas dalam menghadapi tuntutan kehidupan. Dapat dipahami bahwa kecakapan hidup tidak hanya terbatas memiliki kemampuan tertentu (vocational job) saja, namun juga memiliki kemampuan dasar pendukung secara fungsional, seperti membaca, menulis, dan berhitung, merumuskan danmemecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam kelompok, dan menggunakan teknologi.[1]

       Kecakapan hidup sebagai kecakapan untuk bekerja selain kecakapan untuk berorientasi ke jalur akademik. Pengertian ini berangkat dari arti hidup itu sendiri yang lebih luas dari sekedar dunia akademik. Kecakapan hidup itu merupakan sejumlah kecakapan yang diperoleh manusia melalui pendidikan atau pengalaman yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah dan permasalahan yang lazim dihadapi dalam kehidupan manusia sehari-hari.[2]

       Pengertian lain dari life skill adalah sebuah pendidikan yang memberi bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupannya, yaitu dapat menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya.[3]

       Senada dengan definisi-definisi yang telah dikemukakan diatas, Dirjen PLSP, Direktorat Tenaga Teknis, 2003 menyatakan bahwa istilah kecakapan hidup (life skills) memiliki arti sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan penghidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya

       Adapun Tim Asistensi BBE-Life Skill Departemen Pendidikan Nasional, memberikan definisi bahwa kecakapan hidup (life skills) sebagai sebuah kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya[4]

       Kecakapan  hidup  spesifik  adalah  kecakapan  untuk  menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu. Kecakapan ini terdiri  dari  kecakapan  akademik  (academic  skill)  atau  kecakapan intelektual,  dan  kecakapan  vokasional  (vocational  skill). Kecakapan akademik terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih  memerlukan  pemikiran  atau  kerja  intelektual.  Kecakapan  vokasional  terkait  dengan  bidang  pekerjaan  yang  lebih  memerlukan keterampilan motorik. Kecakapan vokasional terbagi  atas  kecakapan  vokasional  dasar  (basic  vocational  skill)  dan kecakapan  vokasional  khusus  (occupational  skill).[5]

        Perlu telaah secara mendalam untuk memahami apa itu life skill. Penulis mencoba untuk berangkat dari pengertian tentang “apa itu hidup” dan apa sesungguhnya “skill” yang dimiliki manusia.

Pengertian hidup

       Kata al-hayah (kehidupan) terulang sama seperti kata antonimnya yaitu al-mawt (kematian), sebanyak 145 kali. Jumlah tersebut adalah salah satu bukti kemukjizatan al-Quran karena menyebut dua hal yang antonim dalam jumlah yang sama. Adapun kata hayaa dengan beragam jadiannya terulang sebanyak 177 kali yang terkadang menggunakan kata masa lampau dan masa kini. Terkadang juga menggunakan bentuk tunggal dan plural. Terkadang menggunakan kata dasar (mashdar) dan juga bentuk subjek (ism fa’il).[6] Dalam surat al-Mulk dijelaskan 

       Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,

Secara ontologis dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa posisi al-hayah adalah sesuatu yang dicipta. Ini berarti bahwa hidup adalah pemberian dan bukan kepemilikan. Pemahaman mendasar ini sangat penting karena akan mengupas apa sesungguhnya yang dimaksud dengan life skill itu sendiri. Secara aksiologis kehidupan-dalam ayat tersebut-berfungsi sebagai waktu untuk menguji manusia siapa di antara mereka yang paling baik amalnya. 

       Penulis sendiri memahami bahwa pengertian life skill berangkat dari ruang lingkup makna “life” itu sendiri. Sejauh mana kehidupan itu ada maka di situlah dimungkinkan tumbuh kecakapan. Islam mengajarkan bahwa kehidupan dunia bukanlah satu-satunya. Dengan demikian kehidupan merupakan perjalanan panjang di mana dunia adalah salah satu terminal tempat manusia out bond sementara. Jadi, life skill mencakup kemampuan yang bersifat metafisik yang mengharuskan seseorang untuk memiliki akses terhadap kehidupan selain kehidupan dunia yang kasat mata ini. 

Life skill adalah setiap kemampuan mengaktualisasikan potensi. Ukuran kemampuan kemampuan tersebut adalah sejauh mana persoalan teratasi dengan baik dan memproses diri secara terus menerus mencapai kesempurnaan/takammul. Mencapai kesempurnaan berarti tidak membatasi diri dengan ruang gerak yang sempit melainkan selalu mencoba membuka kemungkinan baru seluas-luasnya agar manusia mampu memahami kehidupan dengan benar dan menjalani sebagaimana mestinya.[7]

Al-Quran menyebutkan orang-orang yang telah sampai pada tahap pemahaman yang benar tentang hidup sekaligus menjalaninya sampai Allah ridho kepada mereka.Sebagaimana yang dijelaksan dalam surat al-Baqarah  :  154                                                                                     
Ÿ
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.

       Dari ayat tersebut jelas bahwa ada orang-orang yang justru mendapatkan kehidupan yang lebih hidup setelah mereka kematian. Kabar tersebut menyatakan bahwa kehidupan yang sesungguhnya justru ada setelah kematian. Akan tetapi kita tidak merasakan hal tersebut karena ketidakmampuan kita menjangkau kehidupan setelah mati. Jika dikaitkan dengan life skill maka kecakapan yang relevan di sini adalah kecakapan yang mampu membangun kehidupan yang harmonis, tidak saling bertentangan antara kepentingan dunia dan kehidupan setelah dunia.[8] Life skill seperti inilah yang yang disebut life skill profetik.
 
       Tanda kehidupan adalah kemampuan merespon. Respon terhadap keberadaan yang beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Kehidupan manusia adalah kehidupan mikro kosmos karena semua unsur alam ada dalam diri manusia. Dalam diri manusia ada unsur hewan, malaikat, setan, tanah, udara, air, api, tanaman. Unsur hewan pun bermacam, ada hewan yang memiliki kecenderungan untuk taat kepada tuannya yaitu kambing. Ada hewan yang cenderung menjadi “musuh” bagi manusia yaitu ular. Ada hewan yang pendendam yaitu unta. Setiap individu memiliki beberapa sifat menonjol dari sekian banyak sifat yang terkandung dalam dirinya.

       Dalam konteks ini, life skill berarti suatu kemampuan untuk mengolah semua potensi tersebut agar menjadi kemaslahatan. Misalnya sifat pendendam seperti yang dimiliki unta. Sifat tersebut bermanfaat untuk mendorong seseorang berbuat baik sebagai ganti dari keburukan yang pernah dialaminya di masa lalu. Itulah dendam dalam wujudnya yang positif. Life skill lain yang adalah kemampuan untuk taat sebagaimana yang dimiliki oleh kambing. Manusia juga memiliki sifat tersebut dan akan bermanfaat jika digunakan untuk taat kepada Sang Pencipta.[9]
 
       Unsur lain yang ada di alam dan dimiliki manusia adalah unsur tanaman. Tanaman memiliki sifat tumbuh, berbuah dan memberi manfaat. Tidak serakah dalam mencari nafkah dan hanya menyerap air yang ada disekitarnya. Dengan bekal itulah tanaman mampu memberi manfaat dan ia tidak pernah menggunakan buahnya untuk dirinya sendiri. Life skill seperti ini diperlukan terutama untuk mengobati egosentrisme. 

       Kehidupan yang dijalani manusia tidak jarang diwarnai oleh konflik dan  saling bertolak belakang antara satu nilai dengan nilai lainnya. Semua itu terjadi karena tuntutan kebutuhan semakin menjauhkan manusia dari tujuan asal kehidupan. Seolah ada kesan bahwa untuk memenuhi kebutuhan dunia harus menjauh dari kepentingan akhirat, dan untuk mendapatkan keselamatan di akhirat harus mengorbankan kepentingan dunia. Kenyataan seringkali berbicara demikian. Sehingga muncul ungkapan “kabeh kalah karo kenyataan”.
 
       Melihat kenyataan yang demikian, sifat kenabian yang dibutuhkan di zaman sekarang adalah yang mampu menyatukan kepentingan duniawi dan ukhrawi dalam satu formula sehingga tidak tarik-menarik dan bertolak belakang. Hal ini seperti yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw ketika pertama kali datang ke Madinah kemudian mendirikan masjid. Sebelum mendirikan masjid beliau melepaskan unta agar unta tersebut berjalan dan membiarkan untanya sampai berhenti di suatu tempat. Di tempat pemberhentian unta itulah beliau membangun masjid karena unta akan berhenti di tempat yang memiliki sumber air. 

       Dunia adalah alat untuk akhirat. Demikianlah posisi yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Apapun prestasi dunia yang dicapai idealnya ia juga menjadi alat bagi tercapainya keselamatan untuk kehidupan akhirat. Misalnya dalam dunia pendidikan, muatan atau spirit yang mendasari prestasi dan kerja kerasnya adalah kehidupan yang kekal dan abadi. Mendidik adalah tugas kemanusiaan dan amal sholeh karena dengan pendidikanlah kematangan jiwa dapat dibentuk. Sehingga lahir manusia-manusia yang memiliki kesadara bahwa dunia adalah salah satu fase perjalanan, tempat menanam, dan alat untuk sampai pada kebahagiaan ukhrawi. Apapun bidang mereka tekuni. Keselarasan seperti inilah yang akan mendatangkan kebahagiaan hakiki. 

       Nabi adalah pembawa kabar gembira. Kegembiraan adalah hal yang paling diidam-idamkan oleh semua orang. Kabar gembira berarti solusi atas permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi. Dalam surat al-Fath ayat 8 dijelaskan
Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan,

       Lawan dari pembawa kabar gembira adalah pembawa berita duka/menyusahkan. Informasi atau kebijakan yang menyusahkan para pendengarnya tentu saja itu tidak bernilai profetik. Untuk menjadi pembawa kabar gembira tentu saja dibutuhkan kemampuan menangkap isi hati dari komunikan sehingga kita mampu berbicara sesuai tingkat pemahaman dan kebutuhan mereka. 

Life Skil Berbasis Profetik

       Penulis mencoba menggunakan pendekatan secara teks dalam menggali makna life skill profetik, yaitu dengan cara mencari kalimat-kalimat dalam al-Quran yang memposisikan Nabi Muhammad saw sebagai komunikan kemudian mencari kata kerja yang dibebankan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW atau kata kerja yang disebutkan setelahnya. contoh dalam surat al-Kautsar ayat 1-2, 


Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah

       Dari ayat tesebut kita dapat memahami bahwa sholat adalah termasuk life skill. Kecakapan yang diperlukan dalam sholat adalah memadukan dua fokus yang berbeda, yaitu fokus gerakan yang merupaka rukun sholat dan fokus kepada Allah, sadar bahwa ketika sholat ia sedang menghadap kepada Allah. Dalam ayat kedua tersebut, perintah sholat berada dalam prinsip li robbika dan bukan untuk yang lain. Ini berbarti bahwa life skill berbasis profetik selalu mendasarkan setiap perbuatan untuk pengabdian kepada Tuhan.

       Dalam al-Quran terdapat banyak ayat yang menggunakan kata yasalunaka. Penulis memandang kata tersebut sangat membantu untuk menemukan makna profetik untuk kemudian dikaitkan dengan life skill. Di dalam Al-Quran, ada 15 kata “yasalunaka” yang artinya “mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad)”. Kata ini tersebar di 8 surah, yaitu di al-Baqarah ayat 189, 215, 217, 219 (ada dua), 220, 222, al-Maidah ayat 4, al-A’raf ayat 187 (ada dua), al-Anfal ayat 1, al-Isra ayat 85, al-Kahf ayat 83, Thaha 105, dan al-Nazi’at ayat 42.

Dalam surat al-Baqarah ayat 215 dijelaskan;
š
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.

       Life skill profetik yang dapat kita petik dari ayat tersebut adalah menginfakkan harta kepada orang-orang yang berhak, yaitu orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.
Berikutnya adalah surat al-Baqarah ayat 217;



Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

       Dalam surat al-Baqarah ayat 217 tersebut tidak ditemukan perintah untuk melakukan amalan tertentu akan tetapi hanya menjelaskan bahwa berperang pada bulan haram adalah dosa besar, akan tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya). Secara tersirat ayat tersebut juga menjelaskan bahwa mengantarkan manusia menuju jalan Allah lebih besar pahalanya daripada menafkahi atau menghidupi manusia. Jadi pelajaran life skill berbasis profetik yang dapat kita petik dari ayat ini adalah bagaiman kita berusaha semaksimal mungkin untuk menyediakan sarana dan prasarana agar semakin banyak manusia yang menuju jalan Allah.
Ayat berikutnya adalah surat al-Baqarah ayat 219 yang berbunyi:

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,

       Dalam ayat tersebut Nabi Muhammad saw merespon pertanyaan dari para sahabat. Tatkala Rasûlullâh SAW. datang ke Madinah beliau (Nabi SAW.) melihat para Sahabat sedang minum khamr (arak/minuman yang memabukkan) dan bermain judi. Kemudian mereka (para Sahabat yang sedang mabuk dan bermain judi) menanyakan kedua hal itu (minum khamr dan bermain judi) kepada Rasûlullâh SAW; Maka Allâh SWT. Menurunkan ayat tersebut. Life skill yang dapat dicontoh dari ayat tersebut beserta asbabun nuzulnya adalah bahwa Rasulullah SAW sebagai penjelas dari suatu barang yang haram dan sekaligus memiliki manfaat. Rasulullah SAW menjelaskan sesuatu secara objektif dan tidak dengan amarah. 

Sikap profetik selanjutnya terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 220 yang berbunyi:
 u

Tentang dunia dan akhirat. dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang Mengadakan perbaikan. dan Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Salah satu sikap profetik adalah memperbaiki urusan/kehidupan anak yatim. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW.

، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا: فِي الْجَنَّةِ هَكَذَاأَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  عَنْ سَهْلٍ بْنِ سَعْدٍ قَالَ
Artinya: Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Aku dan orang yang mengurus (menanggung) anak yatim (kedudukannya) di dalam surga seperti ini.” Beliau mengisyaratkan dengan (kedua jarinya yaitu) telunjuk dan jari tengah serta agak merenggangkan keduanya.” (HR. Imam Al-Bukhari).

       Kata Yatim terulang dalam Al-Qur'an dengan bentuk tunggal sebanyak 8 kali, dalam bentuk jamak 14 kali dan dalam bentuk Mutsanna (dual) sekali. Kata ini terambil dari kata Yutm yang berarti antara lain kesusahan, keterlambatan dan kesendirian. Para pakar bahasa mengartikan Yatim  sebagai “seorang anak (belum dewasa) yang ditinggal mati ayahnya, atau seekor binatang kecil yang ditinggal induknya.” Pandangan kebahasaan ini, bersumber pada fungsi ayah terhadap anak, atau induk terhadap hewan yang kecil, sebagai penanggung jawab tugas perlindungan, pengawasaan, serta pengayoman bagi kelangsungan hidup si kecil.

       Jika makna yatim adalah kesusahan, keterlambatan, dan kesendirian maka siapa saja bisa menempati posisi ini meskipun ia sudah dewasa dan masih memiliki kedua orang tua. Fenomena keyatiman ini sangat mungkin terjadi di lembaga-lembaga, dialami oleh orang-orang yang berada di bawah naungan atau tanggungjawab pembuat kebijakan, para buruh yang berada di bawah tekanan majikan, dan siapa saja yang dalam kesusahan, haknya mengalami keterlambatan dan dalam kondisi sendiri tanpa pengayum. Mereka itulah orang-orang yatim. Allah melarang siapa saja mendekati mereka dengan gairah nafsu mengeksploitasi. Maka life skill yang profetik harus dimiliki oleh setiap pemimpin agar tidak sembrono dalam mengurus orang-orang yatim tersebut.

            Berikutnya masih dalam surat al-Baqarah ayat 222. Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas, bahwasanya jika wanita orang-orang Yahudi sedang haid, maka mereka tidak mau makan dan tidur bersama. Kemudian para sahabat Nabi menanyakan tentang hal itu, maka Allah menurunkan ayat ini:[10]
 
  
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diridari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

       Dalam ayat tersebut kita dilarang menggauli istri dalam keadaan haidh. Maka lahirlah filosofi ngempet yaitu ketika suatu perbuatan belum diizinkan oleh Allah. Di sisi lain ada juga filosofi ngegas yaitu ketika sudah diizinkan dan dalam batas yang diperintahkan. Jadi ngempet dan ngegas pada waktu dan cara yang tepat adalah bagian dari life skill profetik. Dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam level individu maupun organisasi, keahlian ngempet dan ngegas sangat diperlukan agar kita mampu berlaku secara adil. Menempatkan segala sesuatu pada waktu dan tempat yang tepat.

Sikap profetik berikutnya ada dalam surat al-Maidah ayat 4. Ibnu Abi Hatim mengatakan, dari ‘Adi bin Hatim ath-Tha’i dan Zaid bin Muhalhal ath-Tha’i. Keduanya bertanya kepada Rasulullah saw.: “Ya Rasulallah, Allah telah mengharamkan bangkai, lalu apa yang Allah halalkan kepada kami?” Kemudian turunlah ayat ini. 
 
 
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu[399]. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya), dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat cepat hisab-Nya. (al-Maidah: 4)

       Sesuatu yang dihalalkan bagi manusia adalah yang baik. Kata “baik” dengan penggunaan kata tayyib berarti baik secara secara jasmani, menyehatkan apabila dikonsumsi. Sikap profetik yang dapat diambil dari ayat tersebut adalah menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk. Bukan sebaliknya.  

Dalam surat al-A’raf ayat 187 juga menjelaskan: 


 
187. Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. kiamat itu Amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui".

       Nilai profetik yang dapat diambil dari ayat tersebut adalah bahwa persiapan menghadapi kejadian lebih penting dari pada pengetahuan tentang suatu kejadian. Skill profetik ini bisa diterapkan diberbagai keadaan, misalnya lebih bersiap menerima harta (memiliki kelayakan untuk menjadi hartawan) daripada sibuk mencari harta. Ada ungkapan “hikmah akan diberikan kepada wadah yang sudah siap, bukan kepada yang serakah dalam mencari”.

Surat al-Anfal ayat 1:
Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul[593], oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman."

       Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah, dari Ibnu Ishaq, dari Abdur Rahman, dari Sulaiman ibnu Musa, dari Mak-hul, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ubadah tentang makna Al-Anfal. Maka Ubadah menjawab bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang ikut dalam Perang Badar, yaitu ketika kami berselisih pendapat tentang harta rampasan sehingga pekerti kami menjadi buruk karenanya. Maka turunlah ayat 1 dari surat al-Anfal. Kemudian Rasulullah Saw. Membagikan harta tersebut dengan pembagian yang rata.[11]

       Perselisihan yang terjadi sesama orang-orang yang berjuang sehingga muncul rasa bahwa “kamilah yang berhak mendapatkan hasilnya” dapat diatasi apabila ada figur yang dapat dipercaya oleh semua pihak. Seorang figur yang keputusannya tidak membuat salah satu pihak merasa didholimi, itulah Rasulullah SAWW. Dibutuhkan skill profetik untuk mampu mengatasi persoalan tersebut dalam sebuah organisasi yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sama-sama menjalankan tugas.  
Surat al-Isra ayat 85:
   
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

Abdullah bin Mas’ud, ia bercerita,  beliau pernah berjalan bersama Rasulullah SAWW di sebuah kebun di Madinah, ketika itu beliau dalam keadaan bertongkat dengan pelepah kurma. Kemudian beliau berjalan melewati sekelompok orang dari kaum Yahudi, lalu sebagian mereka berkata kepada sebagian lainnya: “Tanyakan kepadanya tentang ruh.” Sebagian mereka berkata: “Jangan kalian bertanya kepadanya.”Maka mereka pun  bertanya kepada Rasulullah tentang ruh, di mana mereka bertanya: “Ya Muhammad, apakah ruh itu?” Dan beliau masih tetap bersandar pada pelepah kurma. Kemudian turunlah ayat 85 surat al-Isra’.[12]

Rasulullah hanya menjawab pertanyaa sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah. Dalam hal yang memang tidak dijelaskan-seperti persoalan ruh-beliau tidak menambah dan mengurangi informasi tersebut hanya untuk mengurangi dahaga rasa penasaran. Beliau tidak berambisi menjelaskan sesuatu yang ghaib terlebih jika hal itu tidak menambah keimanan dan semangat ibadah.  Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa orang yang ditanya tentang sesuatu -yang bagi si penanya sebaiknya bertanya tentang yang lain- maka hendaknya ia berpaling dari memberikan jawaban, menunjukkan kepadanya hal yang dibutuhkan serta mengarahkannya kepada hal yang bermanfaat baginya. Itulah sikap profetik dari ayat ini.

Surat al-Kahfi ayat 83:

š
Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya".

Orang-orang kafir Makkah pernah mengirim utusan kepada Ahlul Kitab untuk menanyakan kepada mereka tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk menguji Nabi. Kemudian para Ahlul Kitab itu berkata, “Tanyalah kepadanya tentang orang yang berkeliling di muka bumi, tentang apa yang diketahuinya dan tentang apa yang dilakukan oleh beberapa orang pemuda, dan juga tentang ruh. Maka turunlah surat al-Kahfi.[13] Pertanyaan dalam ayat tersebut lebih bersifat sebagai ujian yang ingin diajukan oleh orang-orang kafir. Akan tetapi karena seorang Nabi memiliki bekal informasi dari Allah maka beliau pun menjawabnya tanpa ketar ketir. Jika ingin mengambil sikap profetik dari dari ayat ini maka yang kita lakukan adalah menyiapkan diri agar Allah membantu kita setiap ada tantangan dari orang yang ingin menguji apa yang kita perjuangkan. Misalnya ketika kita ditanya “setelah lulus mau jadi apa?”, ini adalah pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab. Apalagi  penanya kebanyakan adalah orang-orang yang ragu terhadap pentingnya proses belajar.

 Surat Thaha ayat 105:
Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, Maka Katakanlah: "Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya,


       Setiap ada ayat yang ada kalimat yasalunaka selalu diikuti dengan kata qul. Akan tetapi ada ayat yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad “tidak menjadi perantara” antara Allah dan hambanya, yaitu ketika seorang hamba bertanya tentang apakah Allah itu jauh sehingga kita harus berteriak untuk memanggilnya, ataukah Allah itu dekat sehingga cukup dalam dalam hati saja atau dengan suara pelan. Turunlah ayat 189 dalam surat al-Baqarah ini;

 
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

Terakhir, untuk melengkapi penggalian life skill berbasis profetik, penulis menambahkan tiga ayat terakhir dari surat adh-Dhuha, masih dengan metode diawal yaitu mencari kata kerja yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAWW.

9. Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu Berlaku sewenang-wenang.
10. Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.
11Dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan.

      Dari paparan di atas, ternyata di dalam al-Quran tidak ada perintah agar manusia memiliki keahlian. Tidak terdapat istilah skill/maharoh dalam al-Quran. Kata skill itu sendiri secara ontologis merupakan sesuatu suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk kesungguhan dalam melakukan pekerjaan. Dalam al-Quran hanya ditekankan untuk beramal, seperti sholat, infaq, mengantarkan manusia menuju jalan Allah dan lain-lain. Jadi penulis menyimpulkan bahwa skill itu sesungghnya adalah kesungguhan dalam beramal secara istiqomah dan ikhlas. Itulah hakikat skill. Pada dasarnya tidak ada orang hebat yang memiliki keahlian, yang ada adalah orang yang selalu berlatih dan berlatih. Sejatinya life skill adalah sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 218:

  
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dalam sebuah hadis dijelaskan;

اِغْتَنِمْ       خَمْسًا قَبْل خَمْسٍ: شَبَابَكَ  قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara
(1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
(2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
(3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
(4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
(5) Hidupmu sebelum datang matimu.


       Memanfaatkan/menggunakan sesuatu dengan sebaik-baiknya adalah salah satu skill yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Life skill dalam hadis tersebut  menekankan pada kewaspadaan, mawas diri, pemahaman terhadap resiko, kesadaran bahwa waktu tidak akan mampu terulang kembali, kesadaran bahwa penyesalan selalu datang diakhir, anjuran untuk memahami masa depan. 

       Memanfaatkan masa muda sebelum datang masa tua. Kekuatan fisik di masa muda akan berbuah manis di masa tua jika kekuatan tersebut digunakan untuk menanam hal-hal baik sebanyak mungkin seperti mencari ilmu, bersabar dalam proses membangun asset ekonomi, mendidik anak dengan benar, peduli terhadap umat dan lain sebagainya. Hasilnya adalah ketika orang tersebut sudah menginjak usia senja, maka ia akan berwibawa meski fisiknya semakin lemah. Banyak orang yang haus dengan pituturnya dan mendatanginya untuk mendapatkan secangkir hikmah.    

       Memanfaatkan masa sehat sebelum datang sakit. Perintah ini sekaligus peringatan betapa dalam kondisi sakit tidak banyak hal yang mampu kita perbuat. Kesadaran akan pentingnya kesehatan biasanya datang ketika seseorang dalam keadaan sakit. Dalam keadaan sakit biasanya dosa-dosa yang dilakukan ketika sehat akan terbayang. Manfaatnya adalah agar ketika sehat itu datang kembali kesalahan-kesalahan yang terbayang di masa sakit tersebut dievaluasi agar tidak menjadi penyesalan dan sesuatu yang merusak. 

       Memanfaatkan masa kaya sebelum datang kefakiran. Rasulullah mengajarkan agar kekayaan digunakan untuk berjihad di jalan Allah. Kekayaan bukan untuk memenuhi selera hedonistik melainkan untuk perjuangan menggapai ridho Allah yang memberikan kekayaan tersebut. Di dunia saat ini, skill yang banyak diajarkan adalah skill menumpuk dan memperoleh harta tetapi tidak diimbangi skill bagaimana memanfaatkan harta di jalan yang terbaik. Ternyata dalam life skill yang profetik kita menemukan bahwa ada hal yang lebih penting dari bagaimana mendapatkan kekayaan yaitu bagaimana memanfaatkannya.

       Memanfaatkan masa luang sebelum datang masa sempit. Dalam keadaan terdesak jarang sekali orang yang mampu menyiapkan segala sesuatu secara matang. Melalui hadis ini Rasulullah memberi pesan bahwa dalam masa yang luang lebih baik diisi dengan hal-hal yang bermanfaat sebelum tuntutan datang secara mendadak dan merepotkan kita. Secara filosofis, orang yang memahami waktu adalah orang yang tidak pernah menganggur. Segala aktifitasnya memiliki nilai positif. Sebaik-baik nilai adalah di sisi Allah. Maka orang yang memahami waktu adalah orang yang selalu berbuat sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada Allah. 

       Memanfaatkan hidup sebelum datang kematian. Pesan yang kelima ini adalah pesan yang teramat penting karena hidup di dunia hanya akan diberikan sekali. Penyesalan-penyesalan yang lain mungkin dapat diperbaiki dengan amal sholeh untuk mengganti dan menutupi kesalahan d masa lalu. Akan tetapi perbaikan tersebut tidak berlaku jika dunia sudah ditinggalkan. Allah menjelaskan bagaimana penyesalan orang-orang yang tidak menggunakan masa hidupnya dengan baik, dalam surat Fathir ayat 37:

Dan mereka berteriak di dalam neraka itu : "Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami niscaya Kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah Kami kerjakan". dan Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.

       Kehidupan dunia adalah tempat amal tanpa perhitungan sedangkan kehidupan di akhirat adalah perhitungan tanpa amal. Itulah relevansi pesan Nabi Muhammad agar umatnya menjaga hidup sebelum mati. Life skill profetik di sini berarti adalah meningkatkan kemampuan menangkap pesan-pesan yang berhubungan dengan kehidupan yang kekal kemudian mempersiapkan diri untuk meraih keselamatan di kehidupan tersebut.

       Semua akan menjadi cerita, maka perbuatan yang baik adalah  mengukir cerita yang indah. Life skill yang dapat kita petik dari hadis tersebut adalah kemampuan mengukir cerita yang indah dengan melalui kenyataan yang kita jalani detik demi detik, hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. 

3.     Kesimpulan

Dalam menggali makna life skill profetik dapat menggunakan pendekatan secara teks, yaitu dengan cara mencari kalimat-kalimat dalam al-Quran yang memposisikan Nabi Muhammad saw sebagai komunikan kemudian mencari kata kerja yang dibebankan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW atau kata kerja yang disebutkan setelahnya.

Berdasarkan metode tersebut kita dapat menggali beberapa makna skill berbasis profetik yang disebutkan dalam al-Quran  di antaranya, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, (dalam surat al-Fath ayat 8), Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah (dalam surat al-Kautsar ayat 2) dan seterusnya.

Hakikat life skill berbasis profetik adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 218 yaitu “orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Asmani, Jamal Ma’mur, Sekolah Life Skill Lulus Siap Kerja, Jogjakarta: Diva Press. 2010.
Departemen Agama, Pedoman Integrasi Life Skill dalam Pembelajaran, (Jakarta: Dirjen  Kelembagaan Agama Islam, 2005.
Depdiknas, Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup (life skill education), (Jakarta: Team Broad
Based Education, 2002.
Jazuli, Ahzami Samiun, Kehidupan dalam Pandangan al-Quran, terj. Sari Narulita, Jakarta: Gema Insani Press, 2006.
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/09/14/tafsir-ibnu-katsir-surah-an-israa-ayat-85/
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/07/22/tafsir-ibnu-katsir-surah-al-kahfi-ayat-83-84/
https://en.wikipedia.org/wiki/Life_skills  yang diakses pada 19 November 2017.
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/04/13/tafsir-ibnu-katsir-surat-al-baqarah-ayat-222-223/
http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-al-anfal-ayat-1.html
Mawardi, Imam  ,  Pendidikan  Life  Skill  Berbasis  Budaya  Nilai-Nilai  Islami”,  Jurnal,  (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel, 2012.
PH, Slamet, Pendidikan Kecakapan Hidup Konsep Dasar, Jurnal. Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 037, Jakarta: Balitbang Diknas, 2002.
Tim  Broad  Based  Education Depdiknas,  Kecakapan Hidup  Life  Skill Melalui  Pendekatan Pendidikan Luas, Surabaya:  SIC Surabaya Intellectual Club, 2002.



[1] Jamal Ma’mur Asmani, Sekolah Life Skill Lulus Siap Kerja, (Jogjakarta: Diva Press) hlm. 37
[2] https://en.wikipedia.org/wiki/Life_skills  yang diakses pada 19 November 2017.
[3] Depdiknas, Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup (life skill education), (Jakarta: Team Broad
Based Education, 2002), h. 11
[4] Tim  Broad  Based  Education Depdiknas,  Kecakapan Hidup  Life  Skill Melalui  Pendekatan Pendidikan Luas, (Surabaya:  SIC Surabaya Intellectual Club, 2002), hlm. 11
[5] Departemen Agama, Pedoman Integrasi Life Skill dalam Pembelajaran, (Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005), hlm. 11
[6] Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan al-Quran, terj. Sari Narulita(Jakarta: Gema Insani Press, 2006), hlm. 1
[7] Slamet PH, Pendidikan Kecakapan Hidup Konsep Dasar, Jurnal. Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 037  (Jakarta: Balitbang Diknas, 2002), hlm. 541.
[8] Imam  mawardi,  Pendidikan  Life  Skill  Berbasis  Budaya  Nilai-Nilai  Islami”,  Jurnal,  (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel, 2012), h. 287

[10] https://alquranmulia.wordpress.com/2015/04/13/tafsir-ibnu-katsir-surat-al-baqarah-ayat-222-223/ yang diakses pada 1 Desember 2017.
[11] http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-al-anfal-ayat-1.html yang diakses pada 3 Desember disaat beasiswa belum juga cair. Hehehe.
[12] https://alquranmulia.wordpress.com/2015/09/14/tafsir-ibnu-katsir-surah-an-israa-ayat-85/ yang diakses pada 3 Desember 2017.
[13] https://alquranmulia.wordpress.com/2015/07/22/tafsir-ibnu-katsir-surah-al-kahfi-ayat-83-84/ yang diakses pada tanggal 3 Desember 2017.