1.
Latar Belakang Masalah
Zaman berkembang tanpa
bisa dibendung. Perkembangan tersebut merupakan salah satu konsekuensi dari
kecakapan manusia yang sejatinya memang memiliki potensi tersebut. dalam
perkembangannya, tidak semua perkembangan menjadi “teman baik” dalam kehidupan.
Bahkan, dalam banyak hal justru melahirkan krisis dan penderitaan yang
berkepanjangan. Manusia dituntut untuk selalu mencari solusi dari krisis
tersebut. itulah sebabnya mengapa kecakapan hidup diperlukan.
Salah satu bukti bahwa
kecakapan manusia tidak secara otomatis melahirkan solusi adalah sempitnya
lapangan pekerjaan. Lahan pekerjaan yang menjadi sumber pangan menjadi sempit
dengan ketatnya persaingan. Lahirlah gejala stress. Life skill yang masih
bersifat umum terbukti tidak membawa dampak positif yang signifikan jika tidak
dilandasi spirit yang berdasar. Jadi, life skill tidaklah bebas nilai karena
nilai yang benar akan mengarahkan life skill pada kebahagiaan.
Di sisi lain manusi
membutuhkan contoh dalam belajar. Contoh ini sangat mempengaruhi proses
internalisasi nilai-nilai ke dalam seorang individu. Islam sendiri memberikan
uswatun hasanah yaitu seorang Nabi agar menjadi contoh dalam segala perilaku di
kehidupan sehari-hari. Alangkah tepatnya apabila pembelajaran tersebut
mempunyai contoh dari seorang Nabi sehingga ilmu yang didapatkan juga dilandasi
oleh perilaku yang profetik. Itulah yang diperlukan.
Tuntutan untuk memiliki kecapakan dalam bidang tertentu menjadi hal
yang tak terelakkan. Apapun bidang yang ditekuni hendaknya nilai yang menjadi
dasar adalah nilai yang profetik. Jadi, life skill berbasis profetik harus
ditekankan secara serius untuk mendapatkan kecapakan dalam bidang tertentu
tanpa mengabaikan nilai-nilai proetik yang akan menjadi basis dari skill
tersebut.
Rumusan
Masalah
Apa
yang dimaksud dengan life skill berbasis profetik?
Tujuan
Penelitian
Menjelaskan pengertian life skill berbasis profetik
2.
Pembahasan
Pengertian
Life Skill
Secara harfiah, kata ”cakap” memiliki beberapa arti.
Pertama dapat diartikan sebagai pandai atau mahir, kedua sebagai
sanggup, dapat atau mampu melakukan sesuatu, dan ketiga sebagai
mempunyai kemampuan dan kepandaian untuk
mengerjakan sesuatu. Jadi kata kecakapan berarti suatu kepandaian, kemahiran,
kesanggupan atau kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang untuk menyelesaikan sesuatu. Oleh karena itu kecakapan untuk hidup
(life skills) dapat didefinisikan sebagai suatu kepandaian, kemahiran,
kesanggupan atau kemampuan yang ada pada diri seseorang untuk menempuh
perjalanan hidup atau untuk menjalani kehidupan.
Life skills juga dapat diartikan sebagai
pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar menjadi
independen dalam kehidupan. Sementara itu, WHO (1997) memberikan pengertian
bahwa kecakapan hidup sebagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat
beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu
menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupan secara lebih
efektif.
Pengertian ini nampaknya secara jelas
menunjukkan bahwa pada dasarnya kecakapan hidup memiliki cakupan yang amat luas.
Kecakapan hidup seperti kemampuan beradaptasi dan berprilaku positif jelas
melampaui sekedar kecakapan vokasional ataupun keterampilan kerja tertentu.
Life skill juga merupakan kemampuan pengembangan
diri untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang, memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi dan berhubungan baik secara individu, kelompok maupun melalui
sistem dalam menghadapi situasi tertentu. lebih dari itu, life skill mengarah pada efektifitas dalam menghadapi
tuntutan kehidupan. Dapat dipahami bahwa kecakapan hidup tidak hanya terbatas
memiliki kemampuan tertentu (vocational job) saja, namun juga memiliki kemampuan
dasar pendukung secara fungsional, seperti membaca, menulis, dan berhitung,
merumuskan danmemecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam
kelompok, dan menggunakan teknologi.[1]
Kecakapan hidup sebagai kecakapan untuk
bekerja selain kecakapan untuk berorientasi ke jalur akademik. Pengertian ini
berangkat dari arti hidup itu sendiri yang lebih luas dari sekedar dunia
akademik. Kecakapan hidup itu merupakan
sejumlah kecakapan yang diperoleh manusia melalui pendidikan atau pengalaman
yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah dan permasalahan yang
lazim dihadapi dalam kehidupan manusia sehari-hari.[2]
Pengertian lain dari life skill adalah
sebuah pendidikan yang memberi bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara
benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang
bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupannya, yaitu dapat
menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya.[3]
Senada dengan definisi-definisi yang
telah dikemukakan diatas, Dirjen PLSP, Direktorat Tenaga Teknis, 2003
menyatakan bahwa istilah kecakapan hidup (life skills) memiliki arti sebagai
kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema
hidup dan penghidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara
proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu
mengatasinya
Adapun Tim Asistensi BBE-Life Skill
Departemen Pendidikan Nasional, memberikan definisi bahwa kecakapan hidup (life
skills) sebagai sebuah kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema
kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi
untuk mengatasinya[4]
Kecakapan hidup
spesifik adalah kecakapan
untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan
tertentu. Kecakapan ini terdiri
dari kecakapan akademik
(academic skill) atau
kecakapan intelektual, dan kecakapan
vokasional (vocational skill). Kecakapan akademik terkait dengan
bidang pekerjaan yang lebih
memerlukan pemikiran atau
kerja intelektual. Kecakapan
vokasional terkait dengan
bidang pekerjaan yang
lebih memerlukan keterampilan
motorik. Kecakapan vokasional terbagi
atas kecakapan vokasional
dasar (basic vocational
skill) dan kecakapan vokasional
khusus (occupational skill).[5]
Perlu telaah secara
mendalam untuk memahami apa itu life skill. Penulis mencoba untuk berangkat
dari pengertian tentang “apa itu hidup” dan apa sesungguhnya “skill” yang
dimiliki manusia.
Pengertian hidup
Kata
al-hayah
(kehidupan) terulang sama seperti kata antonimnya yaitu al-mawt (kematian),
sebanyak 145 kali. Jumlah tersebut adalah salah satu bukti kemukjizatan
al-Quran karena menyebut dua hal yang antonim dalam jumlah yang sama. Adapun
kata hayaa dengan beragam jadiannya terulang sebanyak 177 kali yang terkadang
menggunakan kata masa lampau dan masa kini. Terkadang juga menggunakan bentuk
tunggal dan plural. Terkadang menggunakan kata dasar (mashdar) dan juga bentuk
subjek (ism fa’il).[6]
Dalam surat al-Mulk dijelaskan
Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
Secara ontologis dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa posisi al-hayah
adalah sesuatu yang dicipta. Ini berarti bahwa hidup adalah pemberian dan bukan
kepemilikan. Pemahaman mendasar ini sangat penting karena akan mengupas apa
sesungguhnya yang dimaksud dengan life skill itu sendiri. Secara aksiologis
kehidupan-dalam ayat tersebut-berfungsi sebagai waktu untuk menguji manusia
siapa di antara mereka yang paling baik amalnya.
Penulis sendiri
memahami bahwa pengertian life skill berangkat dari ruang lingkup makna “life”
itu sendiri. Sejauh mana kehidupan itu ada maka di situlah dimungkinkan tumbuh
kecakapan. Islam mengajarkan bahwa kehidupan dunia bukanlah satu-satunya.
Dengan demikian kehidupan merupakan perjalanan panjang di mana dunia adalah
salah satu terminal tempat manusia out bond sementara. Jadi, life skill
mencakup kemampuan yang bersifat metafisik yang mengharuskan seseorang untuk
memiliki akses terhadap kehidupan selain kehidupan dunia yang kasat mata ini.
Life skill adalah setiap kemampuan mengaktualisasikan potensi.
Ukuran kemampuan kemampuan tersebut adalah sejauh mana persoalan teratasi
dengan baik dan memproses diri secara terus menerus mencapai kesempurnaan/takammul.
Mencapai kesempurnaan berarti tidak membatasi diri dengan ruang gerak yang
sempit melainkan selalu mencoba membuka kemungkinan baru seluas-luasnya agar
manusia mampu memahami kehidupan dengan benar dan menjalani sebagaimana
mestinya.[7]
Al-Quran
menyebutkan orang-orang yang telah sampai pada tahap pemahaman yang benar
tentang hidup sekaligus menjalaninya sampai Allah ridho kepada mereka.Sebagaimana
yang dijelaksan dalam surat al-Baqarah
: 154
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap
orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan
(sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.
Dari ayat tersebut
jelas bahwa ada orang-orang yang justru mendapatkan kehidupan yang lebih hidup
setelah mereka kematian. Kabar tersebut menyatakan bahwa kehidupan yang sesungguhnya
justru ada setelah kematian. Akan tetapi kita tidak merasakan hal tersebut
karena ketidakmampuan kita menjangkau kehidupan setelah mati. Jika dikaitkan
dengan life skill maka kecakapan yang relevan di sini adalah kecakapan yang
mampu membangun kehidupan yang harmonis, tidak saling bertentangan antara
kepentingan dunia dan kehidupan setelah dunia.[8]
Life skill seperti inilah yang yang disebut life skill profetik.
Tanda kehidupan adalah
kemampuan merespon. Respon terhadap keberadaan yang beraneka ragam dan
bertingkat-tingkat. Kehidupan manusia adalah kehidupan mikro kosmos karena
semua unsur alam ada dalam diri manusia. Dalam diri manusia ada unsur hewan,
malaikat, setan, tanah, udara, air, api, tanaman. Unsur hewan pun bermacam, ada
hewan yang memiliki kecenderungan untuk taat kepada tuannya yaitu kambing. Ada
hewan yang cenderung menjadi “musuh” bagi manusia yaitu ular. Ada hewan yang
pendendam yaitu unta. Setiap individu memiliki beberapa sifat menonjol dari
sekian banyak sifat yang terkandung dalam dirinya.
Dalam konteks ini, life
skill berarti suatu kemampuan untuk mengolah semua potensi tersebut agar
menjadi kemaslahatan. Misalnya sifat pendendam seperti yang dimiliki unta.
Sifat tersebut bermanfaat untuk mendorong seseorang berbuat baik sebagai ganti
dari keburukan yang pernah dialaminya di masa lalu. Itulah dendam dalam
wujudnya yang positif. Life skill lain yang adalah kemampuan untuk taat
sebagaimana yang dimiliki oleh kambing. Manusia juga memiliki sifat tersebut
dan akan bermanfaat jika digunakan untuk taat kepada Sang Pencipta.[9]
Unsur lain yang ada di
alam dan dimiliki manusia adalah unsur tanaman. Tanaman memiliki sifat tumbuh,
berbuah dan memberi manfaat. Tidak serakah dalam mencari nafkah dan hanya
menyerap air yang ada disekitarnya. Dengan bekal itulah tanaman mampu memberi
manfaat dan ia tidak pernah menggunakan buahnya untuk dirinya sendiri. Life
skill seperti ini diperlukan terutama untuk mengobati egosentrisme.
Kehidupan yang
dijalani manusia tidak jarang diwarnai oleh konflik dan saling bertolak belakang antara satu nilai
dengan nilai lainnya. Semua itu terjadi karena tuntutan kebutuhan semakin
menjauhkan manusia dari tujuan asal kehidupan. Seolah ada kesan bahwa untuk
memenuhi kebutuhan dunia harus menjauh dari kepentingan akhirat, dan untuk
mendapatkan keselamatan di akhirat harus mengorbankan kepentingan dunia.
Kenyataan seringkali berbicara demikian. Sehingga muncul ungkapan “kabeh
kalah karo kenyataan”.
Melihat kenyataan yang
demikian, sifat kenabian yang dibutuhkan di zaman sekarang adalah yang mampu
menyatukan kepentingan duniawi dan ukhrawi dalam satu formula sehingga tidak
tarik-menarik dan bertolak belakang. Hal ini seperti yang pernah dilakukan oleh
Rasulullah saw ketika pertama kali datang ke Madinah kemudian mendirikan
masjid. Sebelum mendirikan masjid beliau melepaskan unta agar unta tersebut
berjalan dan membiarkan untanya sampai berhenti di suatu tempat. Di tempat
pemberhentian unta itulah beliau membangun masjid karena unta akan berhenti di
tempat yang memiliki sumber air.
Dunia adalah alat
untuk akhirat. Demikianlah posisi yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Apapun
prestasi dunia yang dicapai idealnya ia juga menjadi alat bagi tercapainya
keselamatan untuk kehidupan akhirat. Misalnya dalam dunia pendidikan, muatan
atau spirit yang mendasari prestasi dan kerja kerasnya adalah kehidupan yang
kekal dan abadi. Mendidik adalah tugas kemanusiaan dan amal sholeh karena
dengan pendidikanlah kematangan jiwa dapat dibentuk. Sehingga lahir
manusia-manusia yang memiliki kesadara bahwa dunia adalah salah satu fase
perjalanan, tempat menanam, dan alat untuk sampai pada kebahagiaan ukhrawi.
Apapun bidang mereka tekuni. Keselarasan seperti inilah yang akan mendatangkan
kebahagiaan hakiki.
Nabi adalah pembawa
kabar gembira. Kegembiraan adalah hal yang paling diidam-idamkan oleh semua
orang. Kabar gembira berarti solusi atas permasalahan-permasalahan yang sedang
dihadapi. Dalam surat al-Fath ayat 8 dijelaskan
Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita
gembira dan pemberi peringatan,
Lawan dari pembawa
kabar gembira adalah pembawa berita duka/menyusahkan. Informasi atau kebijakan
yang menyusahkan para pendengarnya tentu saja itu tidak bernilai profetik. Untuk
menjadi pembawa kabar gembira tentu saja dibutuhkan kemampuan menangkap isi
hati dari komunikan sehingga kita mampu berbicara sesuai tingkat pemahaman dan
kebutuhan mereka.
Life Skil Berbasis Profetik
Penulis mencoba
menggunakan pendekatan secara teks dalam menggali makna life skill profetik,
yaitu dengan cara mencari kalimat-kalimat dalam al-Quran yang memposisikan Nabi
Muhammad saw sebagai komunikan kemudian mencari kata kerja yang dibebankan oleh
Allah kepada Nabi Muhammad SAW atau kata kerja yang disebutkan setelahnya. contoh dalam surat al-Kautsar ayat 1-2,
Sesungguhnya
Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah
Dari ayat tesebut kita
dapat memahami bahwa sholat adalah termasuk life skill. Kecakapan yang
diperlukan dalam sholat adalah memadukan dua fokus yang berbeda, yaitu fokus
gerakan yang merupaka rukun sholat dan fokus kepada Allah, sadar bahwa ketika
sholat ia sedang menghadap kepada Allah. Dalam ayat kedua tersebut, perintah
sholat berada dalam prinsip li robbika dan bukan untuk yang lain. Ini berbarti
bahwa life skill berbasis profetik selalu mendasarkan setiap perbuatan untuk pengabdian
kepada Tuhan.
Dalam al-Quran
terdapat banyak ayat yang menggunakan kata yasalunaka. Penulis memandang
kata tersebut sangat membantu untuk menemukan makna profetik untuk kemudian
dikaitkan dengan life skill. Di dalam Al-Quran, ada 15 kata “yasalunaka”
yang artinya “mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad)”. Kata ini tersebar di
8 surah, yaitu di al-Baqarah ayat 189, 215, 217, 219 (ada dua), 220,
222, al-Maidah ayat 4, al-A’raf ayat 187 (ada dua), al-Anfal
ayat 1, al-Isra ayat 85, al-Kahf ayat 83, Thaha 105, dan al-Nazi’at
ayat 42.
Dalam surat al-Baqarah ayat 215 dijelaskan;
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah:
"Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak,
kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang
dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya
Allah Maha mengetahuinya.
Life skill profetik
yang dapat kita petik dari ayat tersebut adalah menginfakkan harta kepada
orang-orang yang berhak, yaitu orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.
Berikutnya adalah surat al-Baqarah ayat 217;
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram.
Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk)
Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya)
di sisi Allah. dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.
mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan
kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa
yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka
mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Dalam surat al-Baqarah ayat 217
tersebut tidak ditemukan perintah untuk melakukan amalan tertentu akan tetapi
hanya menjelaskan bahwa berperang pada bulan haram adalah dosa besar, akan
tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah,
(menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya,
lebih besar (dosanya) di sisi Allah. dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya). Secara
tersirat ayat tersebut juga menjelaskan bahwa mengantarkan manusia menuju jalan
Allah lebih besar pahalanya daripada menafkahi atau menghidupi manusia. Jadi
pelajaran life skill berbasis profetik yang dapat kita petik dari ayat ini
adalah bagaiman kita berusaha semaksimal mungkin untuk menyediakan sarana dan
prasarana agar semakin banyak manusia yang menuju jalan Allah.
Ayat berikutnya adalah surat al-Baqarah ayat 219 yang berbunyi:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari
keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,
Dalam ayat tersebut Nabi Muhammad saw
merespon pertanyaan dari para sahabat. Tatkala
Rasûlullâh SAW. datang ke Madinah beliau (Nabi SAW.) melihat para Sahabat
sedang minum khamr (arak/minuman yang memabukkan) dan bermain judi. Kemudian
mereka (para Sahabat yang sedang mabuk dan bermain judi) menanyakan kedua hal
itu (minum khamr dan bermain judi) kepada Rasûlullâh SAW; Maka Allâh SWT.
Menurunkan ayat tersebut. Life skill yang dapat dicontoh dari ayat tersebut
beserta asbabun nuzulnya adalah bahwa Rasulullah SAW sebagai penjelas dari
suatu barang yang haram dan sekaligus memiliki manfaat. Rasulullah SAW
menjelaskan sesuatu secara objektif dan tidak dengan amarah.
Sikap profetik selanjutnya terdapat dalam surat
al-Baqarah ayat 220 yang berbunyi:
u
Tentang dunia dan akhirat. dan mereka bertanya kepadamu tentang
anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik,
dan jika kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu; dan Allah
mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang Mengadakan perbaikan. dan
Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Salah satu sikap profetik adalah memperbaiki urusan/kehidupan anak
yatim. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW.
، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا: فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا ” أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ سَهْلٍ
بْنِ سَعْدٍ قَالَ
Artinya: Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu anhu dia berkata:
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Aku dan orang yang
mengurus (menanggung) anak yatim (kedudukannya) di dalam surga seperti ini.”
Beliau mengisyaratkan dengan (kedua jarinya yaitu) telunjuk dan jari tengah
serta agak merenggangkan keduanya.” (HR. Imam Al-Bukhari).
Kata
Yatim terulang dalam Al-Qur'an dengan bentuk tunggal sebanyak 8 kali, dalam
bentuk jamak 14 kali dan dalam bentuk Mutsanna (dual) sekali. Kata ini terambil dari kata Yutm yang berarti antara lain
kesusahan, keterlambatan dan kesendirian. Para pakar bahasa mengartikan
Yatim sebagai “seorang anak (belum dewasa) yang ditinggal mati ayahnya,
atau seekor binatang kecil yang ditinggal induknya.” Pandangan kebahasaan ini,
bersumber pada fungsi ayah terhadap anak, atau induk terhadap hewan yang kecil,
sebagai penanggung jawab tugas perlindungan, pengawasaan, serta pengayoman bagi
kelangsungan hidup si kecil.
Jika makna yatim adalah kesusahan,
keterlambatan, dan kesendirian maka siapa saja bisa menempati posisi ini
meskipun ia sudah dewasa dan masih memiliki kedua orang tua. Fenomena keyatiman
ini sangat mungkin terjadi di lembaga-lembaga, dialami oleh orang-orang yang
berada di bawah naungan atau tanggungjawab pembuat kebijakan, para buruh yang
berada di bawah tekanan majikan, dan siapa saja yang dalam kesusahan, haknya
mengalami keterlambatan dan dalam kondisi sendiri tanpa pengayum. Mereka itulah
orang-orang yatim. Allah melarang siapa saja mendekati mereka dengan gairah nafsu
mengeksploitasi. Maka life skill yang profetik harus dimiliki oleh setiap
pemimpin agar tidak sembrono dalam mengurus orang-orang yatim tersebut.
Berikutnya masih dalam surat al-Baqarah ayat 222. Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas, bahwasanya jika wanita
orang-orang Yahudi sedang haid, maka mereka tidak mau makan dan tidur bersama.
Kemudian para sahabat Nabi menanyakan tentang hal itu, maka Allah menurunkan
ayat ini:[10]
Mereka bertanya
kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran".
oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diridari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah
Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.
Dalam ayat tersebut kita dilarang
menggauli istri dalam keadaan haidh. Maka lahirlah filosofi ngempet yaitu
ketika suatu perbuatan belum diizinkan oleh Allah. Di sisi lain ada juga
filosofi ngegas yaitu ketika sudah diizinkan dan dalam batas yang
diperintahkan. Jadi ngempet dan ngegas pada waktu dan cara yang
tepat adalah bagian dari life skill profetik. Dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam level individu maupun organisasi, keahlian ngempet dan ngegas sangat
diperlukan agar kita mampu berlaku secara adil. Menempatkan segala sesuatu pada
waktu dan tempat yang tepat.
Sikap profetik berikutnya
ada dalam surat al-Maidah ayat 4. Ibnu Abi Hatim mengatakan, dari ‘Adi bin Hatim ath-Tha’i
dan Zaid bin Muhalhal ath-Tha’i. Keduanya bertanya kepada Rasulullah saw.: “Ya
Rasulallah, Allah telah mengharamkan bangkai, lalu apa yang Allah halalkan
kepada kami?” Kemudian turunlah ayat ini.
Mereka
menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagi mereka?".
Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap)
oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu
mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu[399]. Maka makanlah
dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas
itu (waktu melepaskannya), dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Amat cepat hisab-Nya. (al-Maidah: 4)
Sesuatu yang dihalalkan bagi manusia
adalah yang baik. Kata “baik” dengan penggunaan kata tayyib berarti baik
secara secara jasmani, menyehatkan apabila dikonsumsi. Sikap profetik yang
dapat diambil dari ayat tersebut adalah menghalalkan yang baik dan mengharamkan
yang buruk. Bukan sebaliknya.
Dalam surat
al-A’raf ayat 187 juga menjelaskan:
187. Mereka
menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah:
"Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku;
tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. kiamat
itu Amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat
itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". mereka
bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah:
"Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah,
tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui".
Nilai profetik yang dapat diambil dari
ayat tersebut adalah bahwa persiapan menghadapi kejadian lebih penting dari
pada pengetahuan tentang suatu kejadian. Skill profetik ini bisa diterapkan
diberbagai keadaan, misalnya lebih bersiap menerima harta (memiliki kelayakan
untuk menjadi hartawan) daripada sibuk mencari harta. Ada ungkapan “hikmah akan
diberikan kepada wadah yang sudah siap, bukan kepada yang serakah dalam
mencari”.
Surat al-Anfal
ayat 1:
Mereka
menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah:
"Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul[593], oleh sebab itu
bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang
beriman."
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah, dari Ibnu Ishaq, dari Abdur
Rahman, dari Sulaiman ibnu Musa, dari Mak-hul, dari Abu Umamah yang
menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ubadah tentang makna Al-Anfal.
Maka Ubadah menjawab bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang
yang ikut dalam Perang Badar, yaitu ketika kami berselisih pendapat tentang
harta rampasan sehingga pekerti kami menjadi buruk karenanya. Maka turunlah
ayat 1 dari surat al-Anfal. Kemudian Rasulullah Saw. Membagikan harta tersebut
dengan pembagian yang rata.[11]
Perselisihan yang terjadi sesama
orang-orang yang berjuang sehingga muncul rasa bahwa “kamilah yang berhak
mendapatkan hasilnya” dapat diatasi apabila ada figur yang dapat dipercaya oleh
semua pihak. Seorang figur yang keputusannya tidak membuat salah satu pihak
merasa didholimi, itulah Rasulullah SAWW. Dibutuhkan skill profetik untuk mampu
mengatasi persoalan tersebut dalam sebuah organisasi yang di dalamnya terdapat
orang-orang yang sama-sama menjalankan tugas.
Surat al-Isra
ayat 85:
Dan mereka
bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".
Abdullah bin
Mas’ud, ia bercerita, beliau pernah
berjalan bersama Rasulullah SAWW di sebuah kebun di Madinah, ketika itu beliau
dalam keadaan bertongkat dengan pelepah kurma. Kemudian beliau berjalan
melewati sekelompok orang dari kaum Yahudi, lalu sebagian mereka berkata kepada
sebagian lainnya: “Tanyakan kepadanya tentang ruh.” Sebagian mereka berkata:
“Jangan kalian bertanya kepadanya.”Maka mereka pun bertanya kepada Rasulullah tentang ruh, di
mana mereka bertanya: “Ya Muhammad, apakah ruh itu?” Dan beliau masih tetap
bersandar pada pelepah kurma. Kemudian turunlah ayat 85 surat al-Isra’.[12]
Rasulullah
hanya menjawab pertanyaa sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah. Dalam
hal yang memang tidak dijelaskan-seperti persoalan ruh-beliau tidak menambah
dan mengurangi informasi tersebut hanya untuk mengurangi dahaga rasa penasaran.
Beliau tidak berambisi menjelaskan sesuatu yang ghaib terlebih jika hal itu
tidak menambah keimanan dan semangat ibadah. Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa orang yang
ditanya tentang sesuatu -yang bagi si penanya sebaiknya bertanya tentang yang
lain- maka hendaknya ia berpaling dari memberikan jawaban, menunjukkan
kepadanya hal yang dibutuhkan serta mengarahkannya kepada hal yang bermanfaat
baginya. Itulah sikap profetik dari ayat ini.
Surat al-Kahfi
ayat 83:
Mereka akan
bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: "Aku akan
bacakan kepadamu cerita tantangnya".
Orang-orang
kafir Makkah pernah mengirim utusan kepada Ahlul Kitab untuk menanyakan kepada
mereka tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk menguji Nabi. Kemudian para
Ahlul Kitab itu berkata, “Tanyalah kepadanya tentang orang yang berkeliling di
muka bumi, tentang apa yang diketahuinya dan tentang apa yang dilakukan oleh
beberapa orang pemuda, dan juga tentang ruh. Maka turunlah surat al-Kahfi.[13]
Pertanyaan dalam ayat tersebut lebih bersifat sebagai ujian yang ingin diajukan
oleh orang-orang kafir. Akan tetapi karena seorang Nabi memiliki bekal
informasi dari Allah maka beliau pun menjawabnya tanpa ketar ketir. Jika
ingin mengambil sikap profetik dari dari ayat ini maka yang kita lakukan adalah
menyiapkan diri agar Allah membantu kita setiap ada tantangan dari orang yang
ingin menguji apa yang kita perjuangkan. Misalnya ketika kita ditanya “setelah
lulus mau jadi apa?”, ini adalah pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab.
Apalagi penanya kebanyakan adalah
orang-orang yang ragu terhadap pentingnya proses belajar.
Surat Thaha ayat 105:
Dan mereka
bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, Maka Katakanlah: "Tuhanku akan
menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya,
Setiap ada ayat yang ada kalimat yasalunaka
selalu diikuti dengan kata qul. Akan tetapi ada ayat yang menunjukkan
bahwa Nabi Muhammad “tidak menjadi perantara” antara Allah dan hambanya, yaitu
ketika seorang hamba bertanya tentang apakah Allah itu jauh sehingga kita harus
berteriak untuk memanggilnya, ataukah Allah itu dekat sehingga cukup dalam
dalam hati saja atau dengan suara pelan. Turunlah ayat 189 dalam surat al-Baqarah
ini;
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka
bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.
Terakhir, untuk
melengkapi penggalian life skill berbasis profetik, penulis menambahkan tiga
ayat terakhir dari surat adh-Dhuha, masih dengan metode diawal yaitu mencari
kata kerja yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAWW.
9. Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu Berlaku
sewenang-wenang.
10. Dan
terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.
11Dan terhadap
nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan.
Dari paparan di atas, ternyata di
dalam al-Quran tidak ada perintah agar manusia memiliki keahlian. Tidak
terdapat istilah skill/maharoh dalam al-Quran. Kata skill itu sendiri
secara ontologis merupakan sesuatu suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk
kesungguhan dalam melakukan pekerjaan. Dalam al-Quran hanya ditekankan untuk
beramal, seperti sholat, infaq, mengantarkan manusia menuju jalan Allah dan
lain-lain. Jadi penulis menyimpulkan bahwa skill itu sesungghnya adalah
kesungguhan dalam beramal secara istiqomah dan ikhlas. Itulah hakikat skill.
Pada dasarnya tidak ada orang hebat yang memiliki keahlian, yang ada adalah
orang yang selalu berlatih dan berlatih. Sejatinya life skill adalah
sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 218:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah
dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam sebuah hadis dijelaskan;
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْل خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara(1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
(2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
(3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
(4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
(5) Hidupmu sebelum datang matimu.”
Memanfaatkan/menggunakan sesuatu dengan sebaik-baiknya adalah salah satu skill yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Life skill dalam hadis tersebut menekankan pada kewaspadaan, mawas diri, pemahaman terhadap resiko, kesadaran bahwa waktu tidak akan mampu terulang kembali, kesadaran bahwa penyesalan selalu datang diakhir, anjuran untuk memahami masa depan.
Memanfaatkan masa muda
sebelum datang masa tua. Kekuatan fisik di masa muda akan berbuah manis di masa
tua jika kekuatan tersebut digunakan untuk menanam hal-hal baik sebanyak
mungkin seperti mencari ilmu, bersabar dalam proses membangun asset ekonomi,
mendidik anak dengan benar, peduli terhadap umat dan lain sebagainya. Hasilnya
adalah ketika orang tersebut sudah menginjak usia senja, maka ia akan berwibawa
meski fisiknya semakin lemah. Banyak orang yang haus dengan pituturnya
dan mendatanginya untuk mendapatkan secangkir hikmah.
Memanfaatkan masa
sehat sebelum datang sakit. Perintah ini sekaligus peringatan betapa dalam
kondisi sakit tidak banyak hal yang mampu kita perbuat. Kesadaran akan
pentingnya kesehatan biasanya datang ketika seseorang dalam keadaan sakit. Dalam
keadaan sakit biasanya dosa-dosa yang dilakukan ketika sehat akan terbayang.
Manfaatnya adalah agar ketika sehat itu datang kembali kesalahan-kesalahan yang
terbayang di masa sakit tersebut dievaluasi agar tidak menjadi penyesalan dan
sesuatu yang merusak.
Memanfaatkan masa kaya
sebelum datang kefakiran. Rasulullah mengajarkan agar kekayaan digunakan untuk
berjihad di jalan Allah. Kekayaan bukan untuk memenuhi selera hedonistik
melainkan untuk perjuangan menggapai ridho Allah yang memberikan kekayaan
tersebut. Di dunia saat ini, skill yang banyak diajarkan adalah skill menumpuk
dan memperoleh harta tetapi tidak diimbangi skill bagaimana memanfaatkan harta
di jalan yang terbaik. Ternyata dalam life skill yang profetik kita menemukan
bahwa ada hal yang lebih penting dari bagaimana mendapatkan kekayaan yaitu
bagaimana memanfaatkannya.
Memanfaatkan masa
luang sebelum datang masa sempit. Dalam keadaan terdesak jarang sekali orang
yang mampu menyiapkan segala sesuatu secara matang. Melalui hadis ini
Rasulullah memberi pesan bahwa dalam masa yang luang lebih baik diisi dengan
hal-hal yang bermanfaat sebelum tuntutan datang secara mendadak dan merepotkan
kita. Secara filosofis, orang yang memahami waktu adalah orang yang tidak
pernah menganggur. Segala aktifitasnya memiliki nilai positif. Sebaik-baik
nilai adalah di sisi Allah. Maka orang yang memahami waktu adalah orang yang
selalu berbuat sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada Allah.
Memanfaatkan hidup
sebelum datang kematian. Pesan yang kelima ini adalah pesan yang teramat
penting karena hidup di dunia hanya akan diberikan sekali.
Penyesalan-penyesalan yang lain mungkin dapat diperbaiki dengan amal sholeh
untuk mengganti dan menutupi kesalahan d masa lalu. Akan tetapi perbaikan
tersebut tidak berlaku jika dunia sudah ditinggalkan. Allah menjelaskan
bagaimana penyesalan orang-orang yang tidak menggunakan masa hidupnya dengan
baik, dalam surat Fathir ayat 37:
Dan mereka berteriak di dalam neraka itu : "Ya Tuhan Kami, keluarkanlah
Kami niscaya Kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah
Kami kerjakan". dan Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang
cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang
kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi
orang-orang yang zalim seorang penolongpun.
Kehidupan dunia adalah
tempat amal tanpa perhitungan sedangkan kehidupan di akhirat adalah perhitungan
tanpa amal. Itulah relevansi pesan Nabi Muhammad agar umatnya menjaga hidup
sebelum mati. Life skill profetik di sini berarti adalah meningkatkan kemampuan
menangkap pesan-pesan yang berhubungan dengan kehidupan yang kekal kemudian
mempersiapkan diri untuk meraih keselamatan di kehidupan tersebut.
Semua akan menjadi
cerita, maka perbuatan yang baik adalah mengukir cerita yang indah. Life skill yang
dapat kita petik dari hadis tersebut adalah kemampuan mengukir cerita yang
indah dengan melalui kenyataan yang kita jalani detik demi detik, hari demi
hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun.
3.
Kesimpulan
Dalam menggali makna life skill profetik dapat menggunakan pendekatan
secara teks, yaitu dengan cara mencari kalimat-kalimat dalam al-Quran yang
memposisikan Nabi Muhammad saw sebagai komunikan kemudian mencari kata kerja
yang dibebankan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW atau kata kerja yang
disebutkan setelahnya.
Berdasarkan metode tersebut kita dapat menggali beberapa makna
skill berbasis profetik yang disebutkan dalam al-Quran di antaranya, pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan, (dalam surat al-Fath ayat 8), Maka dirikanlah shalat
karena Tuhanmu; dan berkorbanlah (dalam surat al-Kautsar ayat 2) dan
seterusnya.
Hakikat life skill berbasis profetik adalah sebagaimana yang dijelaskan
dalam surat al-Baqarah ayat 218 yaitu “orang-orang yang beriman, orang-orang
yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat
Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal Ma’mur, Sekolah Life Skill Lulus Siap Kerja,
Jogjakarta: Diva Press. 2010.
Departemen
Agama, Pedoman Integrasi Life Skill dalam Pembelajaran, (Jakarta:
Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005.
Depdiknas, Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup (life skill
education), (Jakarta: Team Broad
Based Education, 2002.
Jazuli, Ahzami
Samiun, Kehidupan dalam Pandangan al-Quran, terj. Sari Narulita,
Jakarta: Gema Insani Press, 2006.
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/09/14/tafsir-ibnu-katsir-surah-an-israa-ayat-85/
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/07/22/tafsir-ibnu-katsir-surah-al-kahfi-ayat-83-84/
https://en.wikipedia.org/wiki/Life_skills yang diakses pada 19 November 2017.
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/04/13/tafsir-ibnu-katsir-surat-al-baqarah-ayat-222-223/
http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-al-anfal-ayat-1.html
Mawardi,
Imam ,
“Pendidikan Life Skill
Berbasis Budaya Nilai-Nilai
Islami”, Jurnal, (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel,
2012.
PH, Slamet, Pendidikan
Kecakapan Hidup Konsep Dasar, Jurnal. Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 037,
Jakarta: Balitbang Diknas, 2002.
Tim Broad
Based Education Depdiknas, Kecakapan Hidup Life
Skill Melalui Pendekatan
Pendidikan Luas, Surabaya: SIC
Surabaya Intellectual Club, 2002.
[1]
Jamal Ma’mur Asmani, Sekolah Life Skill Lulus Siap Kerja, (Jogjakarta:
Diva Press) hlm. 37
[2]
https://en.wikipedia.org/wiki/Life_skills
yang diakses pada 19 November 2017.
[3]
Depdiknas, Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup (life skill education),
(Jakarta: Team Broad
Based Education, 2002), h.
11
[4]
Tim Broad Based
Education Depdiknas, Kecakapan
Hidup Life Skill Melalui
Pendekatan Pendidikan Luas, (Surabaya: SIC Surabaya Intellectual Club, 2002), hlm.
11
[5]
Departemen Agama, Pedoman Integrasi Life Skill dalam Pembelajaran,
(Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005), hlm. 11
[6] Ahzami Samiun
Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan al-Quran, terj. Sari
Narulita(Jakarta: Gema Insani Press, 2006), hlm. 1
[7]
Slamet PH, Pendidikan
Kecakapan Hidup Konsep Dasar, Jurnal. Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 037 (Jakarta: Balitbang Diknas, 2002), hlm. 541.
[8]
Imam mawardi, “Pendidikan Life
Skill Berbasis Budaya
Nilai-Nilai Islami”, Jurnal,
(Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel, 2012), h. 287
[10]
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/04/13/tafsir-ibnu-katsir-surat-al-baqarah-ayat-222-223/
yang diakses pada 1 Desember 2017.
[11]
http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-al-anfal-ayat-1.html yang
diakses pada 3 Desember disaat beasiswa belum juga cair. Hehehe.
[12]
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/09/14/tafsir-ibnu-katsir-surah-an-israa-ayat-85/
yang diakses pada 3 Desember 2017.
[13]
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/07/22/tafsir-ibnu-katsir-surah-al-kahfi-ayat-83-84/
yang diakses pada tanggal 3 Desember 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar