- Jogja adalah nama kota
- Jogja adalah Daerah Istimewa
- Jogja adalah kota pelajar
- Jogja adalah kota budaya
- Jogja adalah tujuan wisata
- Jogja berarti pembebasan pemikiran
- Jogja berarti pencarian kebenaran
- Jogja berarti mengenali diri
- Jogja berarti mempelajari kehidupan
- Jogja berarti menampung banyak hal dan berbagai kemungkinan
- Jogja berarti mencintai alam
- Jogja berarti egaliter
- Jogja berarti mencintai kehidupan
- Jogja berarti berwiraswasta
- Jogja berarti mengembara
- Jogja berarti menjernihkan pikiran dan melembutkan hati
- Jogja berarti memaknai hidup secara terus menerus
- Jogja berarti mencintai ilmu
- Jogja berarti mengenal pribadi-pribadi agung
- Jogja berarti perjuangan, kebangkitan, dan pencerahan.
- Jogja berarti rencana besar yang tersusun
- Jogja berarti kepasrahan total
- Jogja berarti kemampuan untuk menghargai sesuatu yang dipandang remeh oleh banyak orang
- Jogja berarti kontemplasi
- Jogja berarti rasa haus terhadap makna
- Jogja berarti rasa syukur atas anugerah hidup
- Jogja berarti pengakuan bahwa kata-kata ini tak akan sanggup untuk mewakili semua pengalamanku tentang jogja.
Rabu, 23 Oktober 2013
Jogja
Aku ingin ungkapkan dengan sebenar-benarnya bahwa:
Senin, 14 Oktober 2013
Dirimu Bukanlah Namamu
Sahabat...setiap
orang memiliki kemampuan untuk merekam apa saja yang didengarkan, dialami, dan
dilihat. Semua pengalaman tersebut membekas dan menjadi sesuatu yang dipercaya
secara tidak sadar. Lamanya sebuah pengalaman berbanding lurus dengan tingkat kepercayaan
seseorang.
Misalnya,
semakin lama orang merasakan sakit karena menjadi korban kekerasan, maka
semakin kuat kepercayaan orang tersebut bahwa kekerasan itu buruk. Sekarang
mari kita ingat, hal apakah yang begitu lama kita dengar, kita alami, dan kita
lihat dalam hidup kita? jawabannya adalah pemberian nama.
Nama kita adalah sesuatu yang kita bawa hingga
saat ini, berbeda dengan pengalaman-pengalaman lain ketika kita masih bayi yang
sudah kita tinggalkan. Karena saking lamanya inilah, diri kita kemudian
membenarkan bahwa kita adalah (misalnya) 'A'. Padahal A hanyalah pemberian dari
orang tua kita untuk menandai siapa diri kita.
Tidak hanya itu, perasaan bahwa
'aku adalah A' semakin dipertebal setelah seseorang memiliki banyak link dan
pencapaian-pencapaian yang lain, misalnya: siswa di sekolah, pengusaha,
pegawai, dan lain-lain.
Semakin
lama semakin banyak kepercayaan tentang diri sendiri yang dasarnya bukanlah
diri sendiri. Padahal, semua pencapaian ataupun identitas A tersebut tidak akan
sanggup bertahan di tengah luas dan panjangnya kehidupan ini. Anjing saja,
tidak akan mengenal majikannya sebagai 'A', siswa ataupun pengusaha, karena
anjing hanya tau bahwa sang majikan adalah orang baik yang memeliharanya.
Pertanyaan
kemudian adalah, bagaimana pandangan makhluk-makhluk lain terhadap kita
yang dahulu pernah bersama kita saat kita belum punya nama, sebelum kita
dilahirkan, bahkan sebelum kita dalam kandungan ibu, siapakah kita pada saat
itu? dan siapakah kita di masa yang akan datang setelah kita merasa yakin bahwa
kita adalah 'A'?
Ada kata-kata yang merupakan kunci untuk mengenal diri yang misterius itu,
yaitu mati sebelum mati.
Minggu, 13 Oktober 2013
Tidak Ada Orang Masuk Islam
Kata
‘orang masuk Islam’ sering kita dengar ketika ada orang yang mengucapkan dua
kalimat syahadat. Kita (orang Indonesia) menyebut peristiwa tersebut sebagai
‘masuk Islam’, sedangkan dalam bahasa Inggris peristiwa tersebut dikenal dengan
istilah ‘convert’ yang berarti mengubah atau secara istilah adalah orang yang
masuk agama lain.
Sebenarnya
istilah tersebut tidaklah salah, hanya saja kurang tepat apabila dihubungkan
dengan Islam. Mengapa demikian? Karena Islam sendiri adalah sikap yang pada
dasarnya dimiliki oleh semua makhluk, bahkan oleh orang yang tidak percaya
Tuhan sekalipun karena Islam adalah prinsip yang berlaku pada pembuluh darah,
detak jantung, pertmbuhan gigi, dan bagian-bagian lain yang ada pada tubuh
manusia.
Semua
fakta tersebut tunduk pada sebuah komando (yang kita sebut sebagai hukum alam)
sehingga mereka memiliki cara bekerja yang bisa dipelajari dengan kaca mata
sebab akibat.
Jadi, ketika ada fakta ‘orang masuk Islam’,
yang terjadi sebenarnya adalah ‘orang kembali ke Islam’ (dengan kesadarannya).
Sebelum seseorang memiliki status agama tertentu, dia sudah memiliki agama dalam
arti sikap kepatuhan. Pengertian seperti ini hanya tercakup dalam makna Islam.
Dari sudut inilah ungkapan ‘he converts
to Islam’ menjadi non sense, lebih tepatnya adalah ‘he backs to Islam’.
Hijrah
Salah satu tujuan pembuatan blog ini adalah untuk
menyuburkan kembali budaya berpikir yang selama ini kalah oleh kegiatan ritual.
Kali ini saya ingin mengajak para pembaca untuk masuk kedalam salah satu ruang
makna yang ada dalam kata hijrah. Secara bahasa term hijrah berasal dari akar
kata هـ ج ر yang mengandung
arti memutuskan, misalnya seseorang hijrah meninggalkan kampung halamannya
menuju kampung lainnya.
Kata hijrah ini sangat popular dalam tradisi agama
Islam. Karena kata hijrah sering dikaitkan dengan peristiwa ketika Nabi
melakukan perpindahan dari Mekkah ke Madinah. Saking pentingnya peristiwa
tersebut, Ali bin Abi Thalib memberi nama kalender Islam dengan nama Hijriyah
yang merujuk pada peristiwa penting dalam sejarah Islam. Dalam persitiwa
tersebut, orang-orang yang mengikuti Nabi dikenal sebagai Muhajirin. Demikian
pengertian singkatnya.
Dari pengertian tersebut, kata hijrah dapat
berarti perjalanan manusia meskipun secara fisik manusia tersebut masih berada
di tempat yang sama. Hal itu sangat mungkin terjadi, terlebih lagi tekanan
makna yang ada dalam kata hijrah bukanlah perpindahan fisik dari satu tempat ke
tempat lain.
Kalau tekanan kata hijrah adalah perpindahan
fisik, maka itu berarti kita diajarkan untuk jalan-jalan. Lebih dari itu,
hijrah yang hakiki adalah berubahnya pandangan hidup, bertambahnya kesiapan
untuk menyambut kebenaran baru, inti dari semua adalah evolusi spiritual.
Salah satu contoh dari proses evolusi spiritual
adalah: pandangan terhadap harta. Anda boleh mengajukan pertanyaan kepada diri
Anda sendiri, caranya: sebut kata “harta” dan perhatikan bagaimana reaksi
pikiran dan hati Anda? Apa saja yang mengisi dua fakultas (pikiran dan hati)
dalam diri Anda ketika kata “harta”disebut? Apakah kesenangan, barang-barang
baru, kehidupan yang glamor, atau apapun itu. It’s oke dan tidak ada salahnya
karena semua itu merupakan tabiat manusia.
Kembali pada hijrah, bahwa lingkup makna
hijrah mencakup ke persoalan pandangan terhadap harta tersebut. Orang akan
masuk dalam kategori Muhajirin kalau ia sudah mampu memperlakukan harta sesuai
dengan makna hijrah yang hakiki. Kalau pun orang tersebut memiliki banyak harta
benda, pikiran dan hatinya tidak terikat oleh harta benda tersebut karena
Muhajirin memiliki kemampuan untuk meninggalkan dunia sebelum dia meninggal
dunia.
Satu hal yang penting dalam tulisan ini adalah
upaya untuk mencairkan status Muhajirin yang selama ini lebih banyak ditujukan
kepada para sahabat Nabi yang pada saat itu mengikuti Nabi berhijrah dari
Mekkah ke Madinah.
Artinya, status Muhajirin tidaklah beku dan hanya
bias didapatkan oleh orang-orang terdahulu. Anda semua mampu menerapkan
sifat-sifat yang ada dalam kata hijrah terebut di manapun dan kapanpun. Ketika
Anda memutuskan untuk menahan diri dari sesuatu yang Anda suka demi memetik
makna kehidupan yang lebih spiritual, maka ketika itulah Anda sedang berhijrah.
Nasihat yang pernah diucapkan oleh Nabi
Muhammad misalnya, jangan makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang,
juga merupakan perintah untuk berhijrah. Jadi, konsep hijrah bias kita tarik ke
berbagai aspek kehidupan, dari pengeboran minyak, pengambilan kebijakan public,
pembangunan jalan raya, dan lain sebagainya.
Kerajaan Terbesar dalam Sejarah
Kerajaan yang saya maskud di sini bukanlah
kerajaan sebagaimana dipahami umunya manusia, akan tetapi kerajaan yang bernama
manusia itu sendiri yang merupakan karya Tuhan yang mengagumkan. Saya akan
memulainya dari fakta tubuh manusia.
Semua yang bersifat fisik adalah symbol dari
sebuah makna. Dengan kata lain, makna dapat dilacak melalui sesuatu yang
terlihat secara fisik/kasat mata. Tubuh manusia adalah salah satu hal yang
terlihat secara fisik, sehingga kita bisa mencari makna dari tubuh manusia itu
sendiri.
Kali ini mari kita mencoba memaknai fakta tubuh
manusia dari sudut susunan vertikal, di mana di setiap titiknya memiliki
dorongan yang berbeda-beda bahkan terkadang saling bertentangan. Sebelum
melangkah lebih jauh, saya mencoba untuk mendiskripsikan empat kekuatan yang
mendorong manusia untuk patuh terhadapnya.
Pertama adalah kekuatan nalar. Dengan kekuatan ini
manusia selalu terdorong untuk mencari makna kehidupan, landasan setiap
tindakan, asal-usul segala sesuatu, dan menetapkan prinsip-prinsip mendasar
dalam kehidupan. Seseorang yang bertindak karena kekuatan nalar yang menjadi
pertimbangannya adalah kebenaran.
Kedua adalah kekuatan untuk merasa. Dengan kekuatan ini
manusia terdorong untuk melakukan dan mendapatkan sesuatu yang dicintai dan
menjauhi sesuatu yang dibenci. Pertimbangan kekuatan rasa ini bukanlah
kebenaran melainkan keindahan.
Ketiga adalah dorongan perut. Dorongan perut ini
memiliki spectrum yang luas dan tidak hanya persoalan makan dan kenyang. Segala
sesuatu yang bernilai kepuasan inderawi/fisik bias dikaitkan dengan dorongan
perut.
Keempat adalah dorongan seksual.
Sekarang mari kita perhatikan, keempat kekuatan
tersebut memiliki tempat dalam tubuh kita. Dan keempatnya tersusun dari atas ke
bawah atau dari bawah ke atas. Sebenarnya susunan tersebut merupakan symbol
kepemimpinan.
Dengan kata lain, kepemimpinan yang ideal adalah
ketika yang paling atas mampu mengarahkan yang ada di bawahnya. Misalnya,
kekuatan nalar yang letaknya di kepala, mampu mengendalikan gejolak rasa yang
ada dalam dada. Begitu juga seterusnya.
Jika seorang individu mampu menjalankan
kepemimpinan sesuai dengan makna yang tersirat dalam susunan tubuh tersebut,
maka individu tersebut akan lebih selamat dalam mengarungi kehidupan. Dan ia
lebih besar dari kerajaan mana pun yang pernah ada dalam sejarah.
Manusia-manusia yang paripurna seperti itu adalah
para Nabi dan orang-orang yang senantiasa melakukan perjuangan tanpa henti
dalam menyempurnakan dirinya. Dan mereka adalah kerajaan-kerajaan terbesar
dalam sejarah.
Sebaliknya, orang yang terjerumus adalah yang
menjadikan kelamin sebagai pemimpin perut, dan perutnya memimpin hati,
sekaligus hatinya memimpin akal. Hal ini sangat terbalik dari apa susunan tubuh
manusia yang merupakan symbol dari kepemimpinan.
Sabtu, 12 Oktober 2013
Mencegah dan Mengobati Kesurupan
Kesurupan
adalah sebuah kondisi di mana kepribadian seseorang dikendalikan oleh sesuatu
dari luar. Kesurupan lebih sering dialami oleh seseorang yang lemah dalam
mengenal dirinya, yang tidak terlatih merasa akrab dengan dirinya sendiri.
Fenomena
kesurupan tidak hanya seperti apa yang selama ini kita kenal dengan kerasukan
jin atau roh jahat, akan tetapi kesurupan lebih luas dari itu. Segala pengaruh
yang datangnya dari luar diri dan mengakibatkan seseorang menjadi terkendali,
maka hal itu berarti kesurupan.
Misalnya:
seseorang yang terlalu percaya pada mainstream, yang menelan mentah-mentah
berita dari luar, yang dengan mudah terbawa oleh desas-desus, dan yang mudah
mempercayai sesuatu yang tanpa mempertanyakan secara wajar. Dalam jangka
pendek, sepertinya kesurupan seperti ini tidaklah berpengaruh buruk. Akan
tetapi, dalam jangka panjang memiliki akibat menumpulnya daya nalar.
Kesurupan
bisa digambarkan sebagai kondisi face to face antara kepribadian dengan
kondisi luar. Anggaplah kepribadian adalah suara dengan volume tertentu,
dan kondisi luar adalah suara dengan volume tertentu pula.
Jika
kepribadian seseorang memiliki volume 5 misalnya, dan kondisi luar memiliki
volume 10, maka yang dominan tentu adalah kondisi luar. Begitu juga sebaliknya.
Nah, kesurupan adalah kondisi di mana pihak luar memiliki dominasi atas
kepribadian seseorang tersebut sehingga kepribadiannya nyaris tidak
nampak.
Cara
untuk mengatasi kesurupan tersebut adalah dengan menguatkan kepribadian seperti
melakukan pertapaan, perenungan, berjalan menuju diri yang sejati, dan mengenal
diri secara terus menerus. Semakin seseorang menemukan dirinya, maka semakin
sulit ia untuk dirasuki oleh pihak luar yang berdampak buruk bagi kehidupannya.
Pada saat yang sama, orang yang mengenal diri
tersebut akan semakin paham ke mana hidup harus diarahkan, bahkan seandainya
ada seribu opini yang menggiringnya untuk menjadi sesuatu yang bukan dirinya,
orang tersebut tidak akan terpengaruh.
Tidak
ada salahnya jika kita mencoba untuk mengenal diri dengan cara melakukan
sesuatu yang tidak umum dilakukan oleh kebanyakan orang, misalnya mendaki bukit
di tengah malam, atau berkunjung ke kuburan di saat kebanyakan manusia
cenderung untuk pergi mengunjungi keramaian. Mengapa demikian? karena setiap
individu itu unik dan tidak mungkin diseragamkan dengan satu tolok ukur. Tidak
ada pilihan lain, kenalilah diri Anda secepatnya dan secara terus menerus.
Selamat mencoba!
Langganan:
Postingan (Atom)