Rabu, 23 Oktober 2013

Jogja

Aku ingin ungkapkan dengan sebenar-benarnya bahwa:
  1. Jogja adalah nama kota
  2. Jogja adalah Daerah Istimewa
  3. Jogja adalah kota pelajar
  4. Jogja adalah kota budaya
  5. Jogja adalah tujuan wisata
  6. Jogja berarti pembebasan pemikiran
  7. Jogja berarti pencarian kebenaran
  8. Jogja berarti mengenali diri
  9. Jogja berarti mempelajari kehidupan
  10. Jogja berarti menampung banyak hal dan berbagai kemungkinan
  11. Jogja berarti mencintai alam
  12. Jogja berarti egaliter
  13. Jogja berarti mencintai kehidupan
  14. Jogja berarti berwiraswasta
  15. Jogja berarti mengembara
  16. Jogja berarti menjernihkan pikiran dan melembutkan hati
  17. Jogja berarti memaknai hidup secara terus menerus
  18. Jogja berarti mencintai ilmu
  19. Jogja berarti mengenal pribadi-pribadi agung 
  20. Jogja berarti perjuangan, kebangkitan, dan pencerahan.
  21. Jogja berarti rencana besar yang tersusun
  22. Jogja berarti kepasrahan total
  23. Jogja berarti kemampuan untuk menghargai sesuatu yang dipandang remeh oleh banyak orang
  24. Jogja berarti kontemplasi
  25. Jogja berarti rasa haus terhadap makna
  26. Jogja berarti rasa syukur atas anugerah hidup
  27. Jogja berarti pengakuan bahwa kata-kata ini tak akan sanggup untuk mewakili semua pengalamanku tentang jogja.

Senin, 14 Oktober 2013

Dirimu Bukanlah Namamu

     

Sahabat...setiap orang memiliki kemampuan untuk merekam apa saja yang didengarkan, dialami, dan dilihat. Semua pengalaman tersebut membekas dan menjadi sesuatu yang dipercaya secara tidak sadar. Lamanya sebuah pengalaman berbanding lurus dengan tingkat kepercayaan seseorang. 

Misalnya, semakin lama orang merasakan sakit karena menjadi korban kekerasan, maka semakin kuat kepercayaan orang tersebut bahwa kekerasan itu buruk. Sekarang mari kita ingat, hal apakah yang begitu lama kita dengar, kita alami, dan kita lihat dalam hidup kita? jawabannya adalah pemberian nama.

 Nama kita adalah sesuatu yang kita bawa hingga saat ini, berbeda dengan pengalaman-pengalaman lain ketika kita masih bayi yang sudah kita tinggalkan. Karena saking lamanya inilah, diri kita kemudian membenarkan bahwa kita adalah (misalnya) 'A'. Padahal A hanyalah pemberian dari orang tua kita untuk menandai siapa diri kita. 

Tidak hanya itu, perasaan bahwa 'aku adalah A' semakin dipertebal setelah seseorang memiliki banyak link dan pencapaian-pencapaian yang lain, misalnya: siswa di sekolah, pengusaha, pegawai, dan lain-lain. 

Semakin lama semakin banyak kepercayaan tentang diri sendiri yang dasarnya bukanlah diri sendiri. Padahal, semua pencapaian ataupun identitas A tersebut tidak akan sanggup bertahan di tengah luas dan panjangnya kehidupan ini. Anjing saja, tidak akan mengenal majikannya sebagai 'A', siswa ataupun pengusaha, karena anjing hanya tau bahwa sang majikan adalah orang baik yang memeliharanya. 

Pertanyaan kemudian adalah, bagaimana pandangan makhluk-makhluk lain terhadap kita  yang dahulu pernah bersama kita saat kita belum punya nama, sebelum kita dilahirkan, bahkan sebelum kita dalam kandungan ibu, siapakah kita pada saat itu? dan siapakah kita di masa yang akan datang setelah kita merasa yakin bahwa kita adalah 'A'?

      Ada kata-kata yang merupakan kunci untuk mengenal diri yang misterius itu, yaitu mati sebelum mati.


Minggu, 13 Oktober 2013

Tidak Ada Orang Masuk Islam

Kata ‘orang masuk Islam’ sering kita dengar ketika ada orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat. Kita (orang Indonesia) menyebut peristiwa tersebut sebagai ‘masuk Islam’, sedangkan dalam bahasa Inggris peristiwa tersebut dikenal dengan istilah ‘convert’ yang berarti mengubah atau secara istilah adalah orang yang masuk agama lain.  

Sebenarnya istilah tersebut tidaklah salah, hanya saja kurang tepat apabila dihubungkan dengan Islam. Mengapa demikian? Karena Islam sendiri adalah sikap yang pada dasarnya dimiliki oleh semua makhluk, bahkan oleh orang yang tidak percaya Tuhan sekalipun karena Islam adalah prinsip yang berlaku pada pembuluh darah, detak jantung, pertmbuhan gigi, dan bagian-bagian lain yang ada pada tubuh manusia.

Semua fakta tersebut tunduk pada sebuah komando (yang kita sebut sebagai hukum alam) sehingga mereka memiliki cara bekerja yang bisa dipelajari dengan kaca mata sebab akibat.

 Jadi, ketika ada fakta ‘orang masuk Islam’, yang terjadi sebenarnya adalah ‘orang kembali ke Islam’ (dengan kesadarannya). Sebelum seseorang memiliki status agama tertentu, dia sudah memiliki agama dalam arti sikap kepatuhan. Pengertian seperti ini hanya tercakup dalam makna Islam. Dari sudut inilah ungkapan ‘he converts to Islam’ menjadi non sense, lebih tepatnya adalah ‘he backs to Islam’.

Hijrah


Salah satu tujuan pembuatan blog ini adalah untuk menyuburkan kembali budaya berpikir yang selama ini kalah oleh kegiatan ritual. Kali ini saya ingin mengajak para pembaca untuk masuk kedalam salah satu ruang makna yang ada dalam kata hijrah. Secara bahasa term hijrah berasal dari akar kata    هـ ج  ر  yang mengandung arti memutuskan, misalnya seseorang hijrah meninggalkan kampung halamannya menuju kampung lainnya. 

Kata hijrah ini sangat popular dalam tradisi agama Islam. Karena kata hijrah sering dikaitkan dengan peristiwa ketika Nabi melakukan perpindahan dari Mekkah ke Madinah. Saking pentingnya peristiwa tersebut, Ali bin Abi Thalib memberi nama kalender Islam dengan nama Hijriyah yang merujuk pada peristiwa penting dalam sejarah Islam. Dalam persitiwa tersebut, orang-orang yang mengikuti Nabi dikenal sebagai Muhajirin. Demikian pengertian singkatnya.

Dari pengertian tersebut, kata hijrah dapat berarti perjalanan manusia meskipun secara fisik manusia tersebut masih berada di tempat yang sama. Hal itu sangat mungkin terjadi, terlebih lagi tekanan makna yang ada dalam kata hijrah bukanlah perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain.

 Kalau tekanan kata hijrah adalah perpindahan fisik, maka itu berarti kita diajarkan untuk jalan-jalan. Lebih dari itu, hijrah yang hakiki adalah berubahnya pandangan hidup, bertambahnya kesiapan untuk menyambut kebenaran baru, inti dari semua adalah evolusi spiritual. 

Salah satu contoh dari proses evolusi spiritual adalah: pandangan terhadap harta. Anda boleh mengajukan pertanyaan kepada diri Anda sendiri, caranya: sebut kata “harta” dan perhatikan bagaimana reaksi pikiran dan hati Anda? Apa saja yang mengisi dua fakultas (pikiran dan hati) dalam diri Anda ketika kata “harta”disebut? Apakah kesenangan, barang-barang baru, kehidupan yang glamor, atau apapun itu. It’s oke dan tidak ada salahnya karena semua itu merupakan tabiat manusia.

 Kembali pada hijrah, bahwa lingkup makna hijrah mencakup ke persoalan pandangan terhadap harta tersebut. Orang akan masuk dalam kategori Muhajirin kalau ia sudah mampu memperlakukan harta sesuai dengan makna hijrah yang hakiki. Kalau pun orang tersebut memiliki banyak harta benda, pikiran dan hatinya tidak terikat oleh harta benda tersebut karena Muhajirin memiliki kemampuan untuk meninggalkan dunia sebelum dia meninggal dunia. 

Satu hal yang penting dalam tulisan ini adalah upaya untuk mencairkan status Muhajirin yang selama ini lebih banyak ditujukan kepada para sahabat Nabi yang pada saat itu mengikuti Nabi berhijrah dari Mekkah ke Madinah. 

Artinya, status Muhajirin tidaklah beku dan hanya bias didapatkan oleh orang-orang terdahulu. Anda semua mampu menerapkan sifat-sifat yang ada dalam kata hijrah terebut di manapun dan kapanpun. Ketika Anda memutuskan untuk menahan diri dari sesuatu yang Anda suka demi memetik makna kehidupan yang lebih spiritual, maka ketika itulah Anda sedang berhijrah.

 Nasihat yang pernah diucapkan oleh Nabi Muhammad misalnya, jangan makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang, juga merupakan perintah untuk berhijrah. Jadi, konsep hijrah bias kita tarik ke berbagai aspek kehidupan, dari pengeboran minyak, pengambilan kebijakan public, pembangunan jalan raya, dan lain sebagainya.

Kerajaan Terbesar dalam Sejarah


Kerajaan yang saya maskud di sini bukanlah kerajaan sebagaimana dipahami umunya manusia, akan tetapi kerajaan yang bernama manusia itu sendiri yang merupakan karya Tuhan yang mengagumkan. Saya akan memulainya dari fakta tubuh manusia.

Semua yang bersifat fisik adalah symbol dari sebuah makna. Dengan kata lain, makna dapat dilacak melalui sesuatu yang terlihat secara fisik/kasat mata. Tubuh manusia adalah salah satu hal yang terlihat secara fisik, sehingga kita bisa mencari makna dari tubuh manusia itu sendiri.

Kali ini mari kita mencoba memaknai fakta tubuh manusia dari sudut susunan vertikal, di mana di setiap titiknya memiliki dorongan yang berbeda-beda bahkan terkadang saling bertentangan. Sebelum melangkah lebih jauh, saya mencoba untuk mendiskripsikan empat kekuatan yang mendorong manusia untuk patuh terhadapnya. 

Pertama adalah kekuatan nalar. Dengan kekuatan ini manusia selalu terdorong untuk mencari makna kehidupan, landasan setiap tindakan, asal-usul segala sesuatu, dan menetapkan prinsip-prinsip mendasar dalam kehidupan. Seseorang yang bertindak karena kekuatan nalar yang menjadi pertimbangannya adalah kebenaran.

Kedua adalah kekuatan untuk merasa. Dengan kekuatan ini manusia terdorong untuk melakukan dan mendapatkan sesuatu yang dicintai dan menjauhi sesuatu yang dibenci. Pertimbangan kekuatan rasa ini bukanlah kebenaran melainkan keindahan.

Ketiga adalah dorongan perut. Dorongan perut ini memiliki spectrum yang luas dan tidak hanya persoalan makan dan kenyang. Segala sesuatu yang bernilai kepuasan inderawi/fisik bias dikaitkan dengan dorongan perut.

Keempat adalah dorongan seksual.

Sekarang mari kita perhatikan, keempat kekuatan tersebut memiliki tempat dalam tubuh kita. Dan keempatnya tersusun dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas. Sebenarnya susunan tersebut merupakan symbol kepemimpinan.

Dengan kata lain, kepemimpinan yang ideal adalah ketika yang paling atas mampu mengarahkan yang ada di bawahnya. Misalnya, kekuatan nalar yang letaknya di kepala, mampu mengendalikan gejolak rasa yang ada dalam dada. Begitu juga seterusnya.

Jika seorang individu mampu menjalankan kepemimpinan sesuai dengan makna yang tersirat dalam susunan tubuh tersebut, maka individu tersebut akan lebih selamat dalam mengarungi kehidupan. Dan ia lebih besar dari kerajaan mana pun yang pernah ada dalam sejarah.

Manusia-manusia yang paripurna seperti itu adalah para Nabi dan orang-orang yang senantiasa melakukan perjuangan tanpa henti dalam menyempurnakan dirinya. Dan mereka adalah kerajaan-kerajaan terbesar dalam sejarah.

Sebaliknya, orang yang terjerumus adalah yang menjadikan kelamin sebagai pemimpin perut, dan perutnya memimpin hati, sekaligus hatinya memimpin akal. Hal ini sangat terbalik dari apa susunan tubuh manusia yang merupakan symbol dari kepemimpinan.


Sabtu, 12 Oktober 2013

Mencegah dan Mengobati Kesurupan

Kesurupan adalah sebuah kondisi di mana kepribadian seseorang dikendalikan oleh sesuatu dari luar. Kesurupan lebih sering dialami oleh seseorang yang lemah dalam mengenal dirinya, yang tidak terlatih merasa akrab dengan dirinya sendiri.

Fenomena kesurupan tidak hanya seperti apa yang selama ini kita kenal dengan kerasukan jin atau roh jahat, akan tetapi kesurupan lebih luas dari itu. Segala pengaruh yang datangnya dari luar diri dan mengakibatkan seseorang menjadi terkendali, maka hal itu berarti kesurupan.

Misalnya: seseorang yang terlalu percaya pada mainstream, yang menelan mentah-mentah berita dari luar, yang dengan mudah terbawa oleh desas-desus, dan yang mudah mempercayai sesuatu yang tanpa mempertanyakan secara wajar. Dalam jangka pendek, sepertinya kesurupan seperti ini tidaklah berpengaruh buruk. Akan tetapi, dalam jangka panjang memiliki akibat menumpulnya daya nalar.

Kesurupan bisa digambarkan sebagai kondisi face to face antara kepribadian dengan kondisi luar.  Anggaplah kepribadian adalah suara dengan volume tertentu, dan kondisi luar adalah suara dengan volume tertentu pula.

Jika kepribadian seseorang memiliki volume 5 misalnya, dan kondisi luar memiliki volume 10, maka yang dominan tentu adalah kondisi luar. Begitu juga sebaliknya. Nah, kesurupan adalah kondisi di mana pihak luar memiliki dominasi atas kepribadian seseorang tersebut sehingga kepribadiannya nyaris tidak nampak. 

Cara untuk mengatasi kesurupan tersebut adalah dengan menguatkan kepribadian seperti melakukan pertapaan, perenungan, berjalan menuju diri yang sejati, dan mengenal diri secara terus menerus. Semakin seseorang menemukan dirinya, maka semakin sulit ia untuk dirasuki oleh pihak luar yang berdampak buruk bagi kehidupannya.

 Pada saat yang sama, orang yang mengenal diri tersebut akan semakin paham ke mana hidup harus diarahkan, bahkan seandainya ada seribu opini yang menggiringnya untuk menjadi sesuatu yang bukan dirinya, orang tersebut tidak akan terpengaruh.

Tidak ada salahnya jika kita mencoba untuk mengenal diri dengan cara melakukan sesuatu yang tidak umum dilakukan oleh kebanyakan orang, misalnya mendaki bukit di tengah malam, atau berkunjung ke kuburan di saat kebanyakan manusia cenderung untuk pergi mengunjungi keramaian. Mengapa demikian? karena setiap individu itu unik dan tidak mungkin diseragamkan dengan satu tolok ukur. Tidak ada pilihan lain, kenalilah diri Anda secepatnya dan secara terus menerus. Selamat mencoba!