Sahabat...setiap
orang memiliki kemampuan untuk merekam apa saja yang didengarkan, dialami, dan
dilihat. Semua pengalaman tersebut membekas dan menjadi sesuatu yang dipercaya
secara tidak sadar. Lamanya sebuah pengalaman berbanding lurus dengan tingkat kepercayaan
seseorang.
Misalnya,
semakin lama orang merasakan sakit karena menjadi korban kekerasan, maka
semakin kuat kepercayaan orang tersebut bahwa kekerasan itu buruk. Sekarang
mari kita ingat, hal apakah yang begitu lama kita dengar, kita alami, dan kita
lihat dalam hidup kita? jawabannya adalah pemberian nama.
Nama kita adalah sesuatu yang kita bawa hingga
saat ini, berbeda dengan pengalaman-pengalaman lain ketika kita masih bayi yang
sudah kita tinggalkan. Karena saking lamanya inilah, diri kita kemudian
membenarkan bahwa kita adalah (misalnya) 'A'. Padahal A hanyalah pemberian dari
orang tua kita untuk menandai siapa diri kita.
Tidak hanya itu, perasaan bahwa
'aku adalah A' semakin dipertebal setelah seseorang memiliki banyak link dan
pencapaian-pencapaian yang lain, misalnya: siswa di sekolah, pengusaha,
pegawai, dan lain-lain.
Semakin
lama semakin banyak kepercayaan tentang diri sendiri yang dasarnya bukanlah
diri sendiri. Padahal, semua pencapaian ataupun identitas A tersebut tidak akan
sanggup bertahan di tengah luas dan panjangnya kehidupan ini. Anjing saja,
tidak akan mengenal majikannya sebagai 'A', siswa ataupun pengusaha, karena
anjing hanya tau bahwa sang majikan adalah orang baik yang memeliharanya.
Pertanyaan
kemudian adalah, bagaimana pandangan makhluk-makhluk lain terhadap kita
yang dahulu pernah bersama kita saat kita belum punya nama, sebelum kita
dilahirkan, bahkan sebelum kita dalam kandungan ibu, siapakah kita pada saat
itu? dan siapakah kita di masa yang akan datang setelah kita merasa yakin bahwa
kita adalah 'A'?
Ada kata-kata yang merupakan kunci untuk mengenal diri yang misterius itu,
yaitu mati sebelum mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar