Hidup ini tidak
tergantung anda kaya atau miskin, tidak tergantung anda sarjana atau bukan,
tidak tergantung anda itu hebat atau tidak hebat, (tapi) tergantung pada ketepatanmu
meletakkan diri dirimu di depan Tuhanmu. Kalau engkau tepat meletakkan diri
maka anda hidup dalam tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih lama.
Demikianlah
kalimat Cak Nun pada bulan maret 2013 pada acara Sarasehan Budaya di Fakultas
Hukum UII.
Itulah
pemikiran Cak Nun yang sangat berbeda dari kebanyakan orang dalam bercita-cita
dan memaknai hidup. Prioritas utama dalam hidup ternyata adalah bagaimana
memiliki posisi yang setepat mungkin di hadapan Tuhan.
Pikiran
kita kemudian diarahkan kepada sesuatu yang semestinya dan tidak dihabiskan
untuk terbebani oleh sesuatu yang tidak layak menjadi beban.
Dalam
kesempatan yang sama, Cak Nun berpesan kepada para hadirin untuk: konsentrasi untuk melayani siapa saja dalam
pekerjaanmu.
Pelayanan
dalam pekerjaan adalah sesuatu yang pararel dengan ketepatan meletakkan diri di hadapan Tuhan. Pelayanan
kepada manusia merupakan bukti bahwa hubungan horizontal dan vertical tidaklah
saling menegasikan. Dengan kata lain, bahwa kedekatan seseorang kepada Tuhan
tidak menjadi alasan bagi seseorang untuk tidak melayani sesama, sekecil apapun
bentuk pelayanan tersebut.
Dalam
pemikiran Cak Nun tersebut, Tuhan tidak diposisikan sebagai “tukang karcis”
bagi orang yang yang ingin memasuki taman, karena Tuhan adalah pemilik taman
itu sendiri. Jika Tuhan diposisikan sebagai “tukang karcis”, maka orang akan
berdo’a Tuhan untuk menjadi kaya, pintar, dan hebat (meskipun orang semacam ini
lumayan baik karena masih mengingat Tuhan untuk memenuhi keinginan dan
kebutuhannya). Artinya bahwa Tuhan tidak menjadi pertimbangan primer dalam
hidup sehingga seseorang akan meletakkan dirinya sesuai dengan pertimbangan
kekayaan, kepintaran, dan kehebatan tesebut.
Terkait
dengan ungkapan Cak Nun tentang hidup
dalam tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih lama, pada saat itu
Cak Nun membicarakan orang yang mati syahid. Orang yang terbunuh di jalan Allah
tidaklah mati.
Formasi
pikiran mengenai kehidupan dan kematian, barangkali itulah kata yang tepat
untuk merespon kalimat Cak Nun tersebut.
Kematian
seringkali dipandang sebagai sebuah kondisi di mana manusia sudah tidak
berhubungan lagi dengan alam fisik atau berhubungan dengan manusia yang masih
hidup, maka kata istilah lain dari mati
adalah meninggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar