Sabtu, 11 Januari 2014

Meletakkan Diri (Tasawuf Cak Nun)





Hidup ini tidak tergantung anda kaya atau miskin, tidak tergantung anda sarjana atau bukan, tidak tergantung anda itu hebat atau tidak hebat, (tapi) tergantung pada ketepatanmu meletakkan diri dirimu di depan Tuhanmu. Kalau engkau tepat meletakkan diri maka anda hidup dalam tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih lama.

Demikianlah kalimat Cak Nun pada bulan maret 2013 pada acara Sarasehan Budaya di Fakultas Hukum UII.

Itulah pemikiran Cak Nun yang sangat berbeda dari kebanyakan orang dalam bercita-cita dan memaknai hidup. Prioritas utama dalam hidup ternyata adalah bagaimana memiliki posisi yang setepat mungkin di hadapan Tuhan. 

Pikiran kita kemudian diarahkan kepada sesuatu yang semestinya dan tidak dihabiskan untuk terbebani oleh sesuatu yang tidak layak menjadi beban. 
Dalam kesempatan yang sama, Cak Nun berpesan kepada para hadirin untuk: konsentrasi untuk melayani siapa saja dalam pekerjaanmu

Pelayanan dalam pekerjaan adalah sesuatu yang pararel dengan ketepatan meletakkan diri di hadapan Tuhan. Pelayanan kepada manusia merupakan bukti bahwa hubungan horizontal dan vertical tidaklah saling menegasikan. Dengan kata lain, bahwa kedekatan seseorang kepada Tuhan tidak menjadi alasan bagi seseorang untuk tidak melayani sesama, sekecil apapun bentuk pelayanan tersebut.

Dalam pemikiran Cak Nun tersebut, Tuhan tidak diposisikan sebagai “tukang karcis” bagi orang yang yang ingin memasuki taman, karena Tuhan adalah pemilik taman itu sendiri. Jika Tuhan diposisikan sebagai “tukang karcis”, maka orang akan berdo’a Tuhan untuk menjadi kaya, pintar, dan hebat (meskipun orang semacam ini lumayan baik karena masih mengingat Tuhan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya). Artinya bahwa Tuhan tidak menjadi pertimbangan primer dalam hidup sehingga seseorang akan meletakkan dirinya sesuai dengan pertimbangan kekayaan, kepintaran, dan kehebatan tesebut.

Terkait dengan ungkapan Cak Nun tentang hidup dalam tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih lama, pada saat itu Cak Nun membicarakan orang yang mati syahid. Orang yang terbunuh di jalan Allah tidaklah mati.

Formasi pikiran mengenai kehidupan dan kematian, barangkali itulah kata yang tepat untuk merespon kalimat Cak Nun tersebut. 

Kematian seringkali dipandang sebagai sebuah kondisi di mana manusia sudah tidak berhubungan lagi dengan alam fisik atau berhubungan dengan manusia yang masih hidup, maka kata istilah lain dari mati adalah meninggal.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar