Menjalani
profesi sebagai: orang yang difitnah. Profesi yang tidak ada bayarannya. Profesi
yang jadi bahan cacian orang di seluruh dunia. Moyangmu saja berkata: anak
orang kok kayak monyet. Bapakmu saja berkata: “kalau bukan karna takut dituntut
di akhirat, aku gak akan ngurus hidupmu. Mending ngurusi hidpku sendiri”.
Bayangkan
saja, ngurus anak sambil mengatakan “kalau bukan karena takut dituntut di
akhirat”, orang seperti itu sama dengan mengejar surga tapi dengan cara merendahkan
martabat manusia, apalagi kepada anaknya sendiri. Itulah para pendusta agama
yang sesungguhnya. Dan neraka pasti akan dijumpainya.
Dengan otakmu kamu berpikir, sebagaimana
dengan hidungmu kamu bernafas. Normal kan? Tapi karena profesi utama kamu
adalah menjadi orang yang difitnah, maka kamu yang berfikir dituduh sebagai
kamu yang melamun.
Kamu
berhak untuk tumbuh sesuai dengan ke-kamu-anmu. Tapi apa yang dikatakan
teman-teman mu (sebenarnya bukan teman, tapi pemfitnah) kepadamu? Mereka merendahkan,
menghina, mencibir.
Kamu
sesungguhnya benih unggul. Tapi sayang, kamu hidup di lingkungan para pemfitnah
di saat kamu masih butuh figur yang bisa membimbingmu.
Lebih
menakutkan hidup dalam ketidaktepatan, ketidakpastian, kerapuhan secara terus
menerus. Dibandingkan bencana alam yang langsung membuat kamu mati. Bahkan kematian
sama sekali tidak terlihat menakutkan dibandingkan hidup dalam kerapuhan dalam
waktu yang terlalu lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar