Tulisan ini bukan telaah
etimologi. Karena ini adalah pengertian ulama yang lebih dari penjelasan
etimologi. Ini juga bukan pengertian ulama dalam arti orang-orang yang
bergerombol secara formal dalam sebuah lembaga.
Ulama yang saya maksud kali ini adalah
orang yang memahami sebab akibat, sekaligus mampu berbicara dan bertindak
sesuai denga pertimbangan hukum sebab akibat itu sendiri.
Sangat gampang untuk mencari dan
mengumpulkan teks-teks dari berbagai sumber agar terlihat keren dan alim
(apalagi sekarang adalah era informasi, sehingga saya terkadang mengatakan
bahwa mengutip adalah pekerjaan orang malas). Terlebih bagi orang yang mengidap
psikopat, teks-teks (baik dari kitab suci maupun dari para ulama), tersebut
sangat memuaskan hawa nafsunya karena bisa digunakan untuk melukai ciptaan
Tuhan dengan cara menggunakan kalimat Tuhan.
Jadi, sangat jelas bahwa
pengertian ulama di sini bukanlah orang yang hanya bergelut dengan teks,
melainkan ulama adalah orang-orang yang bisa membaca sebab akibat dari apa yang
dikatakannya.
Mungkin seorang ulama memiliki
pendapat mengenai satu hal, akan tetapi pendapat tersebut tidaklah serta merta
dilontarkan kepada publik. Karena akibat yang ditimbulkannya akan bervariasi.
Di sinilah keulamaan seseorang akan diuji. Jika pendapatnya mengenai sesuatu
lebih sering membawa benturan di masyarakat, maka mereka bukanlah ulama. Itu
pasti.
Orang yang mengerti sebab akibat
berarti orang tersebut mempunyai akal yang berfungsi dengan baik. Dia mampu
mensyukuri anugerah Allah berupa akal tersebut.
Orang yang memahami sebab
akibat, tidak mungkin mengambil “100” tapi meninggalkan “1000”. Karena ia sadar
bahwa apa yang nampak di depan mata dan hidungnya tidaklah terlalu besar jika
dibandingkan dengan apa ada di masa yang akan datang. Ini terkait dengan
kesiapan untuk menahan diri.
Saya punya gitar dan suka
memainkannya. Jika gitar tersebut saya pinjamkan kepada ulama, maka ulama
tersebut (jika ia memang ulama) akan:
1. sadar bahwa gitar
tersebut bahannya dari kayu, kayu adalah ciptaan Allah
2. mengerti bahwa teori
bermain gitar ditopang oleh sunnatullah, sehingga apabila salah memainkannya
akan terdengar tidak indah. Sunnatullah di sini berarti pedoman dalam memainkan
senar.
3. Paham bahwa: dengan
ilmu Allah, banyak orang yang terbantu hidupnya dengan memainkan gitar.
Itulah
ulama. Mampu menemukan sebab akibat. Jika melihat gitar tidak lupa kayu. Dan
jika melihat kayu tidak lupa pohoh. Dan jika melihat pohon tidak lupa pada
Penciptanya. Sangkan paran. Asal
usul.
Belum
ada ulama (maksud saya adalah : orang yang dianggap ulama) yang mampu
mengaitkan gitar dengan Allah. Karena “orang-orang yang dianggap ulama” itu
hanya menganggap gitar sebagai benda tak bernyawa yang tidak lebih mulia
dibanding kitab-kitab.
Ulama
seperti ini akan berbahaya jika terjun di dunia social politik. Sebab akibat
tidak menjadi hal penting dalam pikiran mereka. Karena yang paling penting
dalam pikiran mereka adalah bagaimana dogma diterapkan secara paksa. Tanpa
pertimbangan lebih lanjut dan terukur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar