Senin, 02 Desember 2013

Empat Bekal untuk Pemimpin



Cahaya “empat bekal jadi pemimpin” tersebut aku peroleh ketika aku menghadiri acara pengajian yang diisi oleh Cak Nun, pada tanggal 29 November 2013 di alun-alun kota Tuban. Aku berangkat dari bojonegoro, dan pulang pada jam setengah satu malam. Perjalanan yang menurutku cukup mengasah kepekaan terhadap pesan-pesan langit yang bertebaran.
Empat bekal tersebut  saya tulis secara acak (tidak diurutkan berdasarkan mana yang paling penting). Berikut keempat cahaya tersebut:

1. kaya
 
Kekayaan tidak bisa diabaikan dalam kepemimpinan. Siapa saja yang hendak menegakan kepemimpinan, baik individu maupun masyarakat, harus memiliki kekayaan jika tidak ingin menjadi pengemis dan menjual idealismenya di tengah perjalanan. Dengan kekayaan maka seseorang bisa mandiri dalam memimpin. Semua nabi itu kaya. Kalau ada yang miskin karena itu pilihan mereka. Kekayaan bisa membantu orang menjadi fokus dengan pencapaian-pencapaian apa saja yang akan diraih. Bahkan Imam Ali bin Abi Thalib mengatakan: jika kemiskinan adalah makhluk, maka dia yang kubunuh pertama kali” (seingat saya bunyinya seperti itu), dan “Burukny kemiskinan karena bisa membuat kebenaran menjadi tidak berharga” (seingatku juga seperti itu bunyinya). Jadi, kalau ingin memimpin, maka pikirlah bagaimana supaya bisa kaya agar nanti tidak menjual/menukar idealisme atau imanmu di saat kau butuh uang.

2. suci

Suci yang dimaksud adalah benarnya niat, memiliki cita-cita yang tepat dalam menjalani hidup. Tidak haus kekuasaan, sehingga jika kekuasaan jatuh ke tangannya, ia tidak menyalahgunakannya. Dan yang penting adalah, orang yang suci pasti malu jika harus mengajukan diri untuk dipilih menjadi pemimpin. Sebagaimana dalam sholat berjamaah, yang memilih imam adalah makmum. Kalau ada imam yang memilih dirinya dan merasa pantas untuk dipilih, berarti orang tersebut tidak memiliki kesucian karena tidak punya rasa malu.

 3. cerdas 


Mengerti persoalan, mampu mengidentifikasi masalah, punya kepekaan terhadap apa saja yang mesti dilakukan, memiliki pemikiran yang utuh dan tidak sejengkal demi sejengkal dalam berpikir, mengerti bedanya negara dan pemerintah, mengenal diri sendiri sehingga tidak mudah terombang-ambing, memiliki perhitungan yang wajar ketika ada investor asing yang masuk (kemarin bupati Tuban ketika ditanya berapa persen pendapatan yang masuk dari hasil investor dari China yang untungnya mencapai triliunan? Bupati menjawab; 6%). Kemudian Cak Nun –seperti biasa dengan gayanya yang ceplas ceplos- memberi masukkan kepada bupati terkait masalah ini karena 6% terlalu kecil untuk mensejahterakan masyarakat. Cak Nun juga memberi contoh bagaimana pemiskinan secara struktural itu terjadi.

4. kuat 

Menegakkan keberanan butuh kepemimpinan. Agar proses penegakkan kebenaran bisa berjalan dengan kuat, maka pemimpin yang kuat harus ada. Kuat bisa berarti arti memiliki “benteng” diri. Menegakkan kebenaran memiliki resiko yang sangat tinggi, apalagi jika harus berbenturan dengan mainstream yang salah namun sudah berjalan dan mengakar di masyarakat. Sang pemimpin akan diserang melalui santet, teror, atau ancaman-ancaman lain yang bisa melemahkannya



Setiap diri adalah pemimpin, dan keempat hal tersebut bisa ditafsirkan sesuai sesuai porsi latarbelakang dan kemampuan masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar