Cahaya
“empat bekal jadi pemimpin” tersebut aku peroleh ketika aku menghadiri acara
pengajian yang diisi oleh Cak Nun, pada tanggal 29 November 2013 di alun-alun
kota Tuban. Aku berangkat dari bojonegoro, dan pulang pada jam setengah satu
malam. Perjalanan yang menurutku cukup mengasah kepekaan terhadap pesan-pesan
langit yang bertebaran.
Empat
bekal tersebut saya tulis secara acak
(tidak diurutkan berdasarkan mana yang paling penting). Berikut keempat cahaya
tersebut:
1. kaya
Kekayaan tidak
bisa diabaikan dalam kepemimpinan. Siapa saja yang hendak menegakan
kepemimpinan, baik individu maupun masyarakat, harus memiliki kekayaan jika
tidak ingin menjadi pengemis dan menjual idealismenya di tengah perjalanan. Dengan
kekayaan maka seseorang bisa mandiri dalam memimpin. Semua nabi itu kaya. Kalau
ada yang miskin karena itu pilihan mereka. Kekayaan bisa membantu orang menjadi
fokus dengan pencapaian-pencapaian apa saja yang akan diraih. Bahkan Imam Ali
bin Abi Thalib mengatakan: jika kemiskinan
adalah makhluk, maka dia yang kubunuh pertama kali” (seingat saya bunyinya
seperti itu), dan “Burukny kemiskinan
karena bisa membuat kebenaran menjadi tidak berharga” (seingatku juga
seperti itu bunyinya). Jadi, kalau ingin memimpin, maka pikirlah bagaimana
supaya bisa kaya agar nanti tidak menjual/menukar idealisme atau imanmu di saat
kau butuh uang.
Suci yang dimaksud adalah benarnya niat, memiliki cita-cita
yang tepat dalam menjalani hidup. Tidak haus kekuasaan, sehingga jika kekuasaan
jatuh ke tangannya, ia tidak menyalahgunakannya. Dan yang penting adalah, orang
yang suci pasti malu jika harus mengajukan diri untuk dipilih menjadi pemimpin.
Sebagaimana dalam sholat berjamaah, yang memilih imam adalah makmum. Kalau ada
imam yang memilih dirinya dan merasa pantas untuk dipilih, berarti orang
tersebut tidak memiliki kesucian karena tidak punya rasa malu.
3. cerdas
Mengerti persoalan, mampu mengidentifikasi masalah, punya
kepekaan terhadap apa saja yang mesti dilakukan, memiliki pemikiran yang utuh
dan tidak sejengkal demi sejengkal dalam berpikir, mengerti bedanya negara dan
pemerintah, mengenal diri sendiri sehingga tidak mudah terombang-ambing,
memiliki perhitungan yang wajar ketika ada investor asing yang masuk (kemarin
bupati Tuban ketika ditanya berapa persen pendapatan yang masuk dari hasil
investor dari China yang untungnya mencapai triliunan? Bupati menjawab; 6%). Kemudian
Cak Nun –seperti biasa dengan gayanya yang ceplas ceplos- memberi masukkan
kepada bupati terkait masalah ini karena 6% terlalu kecil untuk mensejahterakan masyarakat. Cak Nun juga memberi contoh bagaimana pemiskinan secara struktural itu terjadi.
4. kuat
Menegakkan
keberanan butuh kepemimpinan. Agar proses penegakkan kebenaran bisa berjalan
dengan kuat, maka pemimpin yang kuat harus ada. Kuat bisa berarti arti memiliki
“benteng” diri. Menegakkan kebenaran memiliki resiko yang sangat tinggi,
apalagi jika harus berbenturan dengan mainstream yang salah namun sudah
berjalan dan mengakar di masyarakat. Sang pemimpin akan diserang melalui
santet, teror, atau ancaman-ancaman lain yang bisa melemahkannya
Setiap
diri adalah pemimpin, dan keempat hal tersebut bisa ditafsirkan sesuai sesuai porsi
latarbelakang dan kemampuan masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar