Jumat, 06 Desember 2013

Tulisanku Memang “Jelek”

Saya menulis ini dengan keadaan sadar. Sadar kalau tulisan saya memang jelek dan tidak layak jual, karena memang tujuan saya bukan untuk jualan.

Apa yang dimaksud “jelek” di sini? “jelek” di sini adalah karena tidak memenuhi standar akademis, tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.


Tapi, saya bertanya-tanya: siapa yang pertama kali membuat standar kebagusan dalam tulisan akademis? Atau siapa yang pertama kali membuat aturan bahwa menulis harus begini dan begitu?

Pasti ada lah, entah siapa dia. Kemudian, aturan itu diikuti secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Generasi yang paling mutakhir adalah generasi yang mengikuti generasi sebelumnya, dan begitu seterusnya. Artinya, generasi terakhir merasa menyandang status “benar” kalau sudah bisa mengikuti generasi sebelumnya. 

Nah, yang tidak masuk akal menurut saya, kenapa mereka (generasi terakhir) baru merasa benar setelah mampu mengikuti orang-orang sebelumnya? Padahal generasi sebelumnya itu hanya ikut generasi yang sebelumnya. Pertanyaannya: siapa yang member aturan pada orang yang pertama kali membuat aturan? Tidak ada kan?? 

Poin utama yang ingin saya katakan adalah: kepercayaan diri dalam memulai. Bukan berarti kita tidak menghormati para pendahulu. 

Ini juga dalam rangka menumbuhkan sikap menerima, nrimo ing pandum, atas apa yang sudah ada secara orisinil dalam diri kita masing-masing. Menurut saya, paham nrimo ing pandum adalah cermin dari kekuatan mental. Keberanian seseorang/bangsa dalam dalam mengakui siapa dirinya. Itulah sebabnya kenapa tulisanku menjadi “jelek”, karena memang beginilah karakterku. 

Saya ini sering melihat fenomena ketidakpercayaan diri, baik sebagai bangsa atau sebagai individu. Percaya diri yang maksud adalah benar-benar mengenal diri, bukan kepercayaan diri karena merasa mampu meniru atau karena sudah mendapat pengakuan.

Tidak jarang tho, peraturan ini itu dibikin karena kita ingin mengikuti luar negeri yang katanya maju. Misalnya dalam hal menulis (gak tau sudah diterapkan belum), bahwa syarat munaqosyah bagi mahasiswa pascasarjana adalah harus mempunyai tulisan yang dimuat di jurnal nasional. Alasannya karena kita ketinggalan jauh sama malaysia soal itu. Alasannya itu lho yang menurut saya kok tidak mencerminkan kepercayaan diri sebagai bangsa.

Tulisanku memang “jelek”, tapi terasa indah karena ini adalah wujud rasa syukur dan nrimo ing pandum.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar