Rabu, 25 Desember 2013

Puasa

Puasa merupakan metode kehidupan.

Puasa menekankan pada penahanan diri. Tentu saja ini berbanding terbalik dengan pelampiasan keinginan. Menahan diri adalah jurus menghadapi kebangkrutan di masa depan.

Penahanan diri memiliki konteks yang sangat luas.

Penahanan diri berarti proses menuju kekosongan. Dalam berpuasa, kita “diharamkan” untuk menikmati sesuatu yang halal. Nasi itu halal, tapi dalam puasa dilarang. Ini adalah pelajaran hidup bahwa untuk mencapai kesucian, maka jiwa harus terdidik untuk “mengharamkan” yang pada dasarnya adalah boleh.

Bahkan pada tahap lanjut, sengaja untuk meninggalkan kenikmatan adalah tingkat kedewasaan orang berpuasa. Sikap seperti itu akan teruji dalam kehidupan. Bisa dalam konteks berbangsa, berkeluarga, maupun individu.

Dengan menerapkan puasa dalam kehidupan, berarti pelaku puasa telah melakukan persiapan untuk melepaskan diri dari ikatan-ikatan materi yang mau tidak mau harus dilepaskan. Di sinilah ujian yang berat. Karena pada saat yang sama, pelaku puasa dihadapkan pada persoalan-persoalan materi yang cenderung mengikat.

Puasa berarti menahan diri untuk tidak ikut menjadi pihak yang mengaku/merasa pantas menjadi pemimpin.

Puasa berarti kemampuan untuk menekan diri sendiri sebagaimana kata-kata yang diucapkan kepada orang lain.

Setelah praktek menahan diri itu terlaksana, maka langkah kemudian adalah memahami dan merasakan apa yang sesungguhnya terjadi di luar diri. Artinya, lebih siap untuk mendengar daripada sekedar menceramahi. Mendengar di sini berarti mampu menjadi wadah bagi orang yang berada di bawahnya. Orang bawah yang saya maksud adalah orang yang secara  sosial  masih lemah. Akses yang membuat mereka berdaya guna masih sempit.

Puasa bukanlah keterpaksaan. Jika tidak bersenang-senang karena alasannya adalah karena tidak punya uang, maka itu bukanlah puasa-meskipun secara jasad barangkali bisa dikatakan puasa. Akan tetapi puasa adalah kesadaran yang mendorong diri untuk mampu hidup secara lebih efektif, rasional.

Dalam kasus perbedaan pemikiran, puasa berarti kesediaan untuk menghargai perbedaan. Lebih dari itu, puasa adalah kesediaan untuk berusaha mengerti mengapa pihak yang berbeda memiliki pemikiran tertentu. Di samping itu, perasaan bahwa diri ini belum paham atas apa yang sesungguhnya benar, juga merupakan implementasi puasa dalam hal pemikiran.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar